Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengisyaratkan menaikkan kembali tarif dasar listrik (TDL) mulai awal Juni nanti. Kenaikan tarif ini berlaku pada 12 golongan pelanggan yang tidak mendapatkan subsidi tarif listrik dari pemerintah. Alasannya, nilai tukar rupiah cenderung melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam sebulan terakhir ini.
Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengatakan, secara umum ada tiga indikator yang menentukan tarif listrik. Yaitu harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude oil Price (ICP), angka inflasi dan nilai tukar rupiah. Dari ketiga indikator tersebut, nilai rupiah menjadi faktor dominan dalam menentukan tarif listrik.
“Kurs yang berpengaruh. (Karena) Independent Power Producer (pembangkit listrik swasta) kami bayarnya pakai dolar,” ujar Sofyan di kantor pusat PLN, Jakarta, Senin (30/5).
Jika melihat pergerakan rupiah dalam sebulan terakhir, memang menunjukkan tren pelemahan. Pada perdagangan di pasar spot, Senin ini, rupiah ditutup di posisi 13.640 per dolar AS. Padahal, pada awal Mei lalu, rupiah masih bertengger di level 13.160 per dolar AS. Artinya, dalam sebulan ini, rupiah sudah melemah 3,65 persen.
(Baca: Tarif Dasar Listrik Naik Bulan Depan)
Meski kemungkinan menaikkan tarif listrik mulai awal Juni nanti, Sofyan menjamin besarannya tidak akan terlalu tinggi. Alasannya, pengaruh harga minyak terhadap penentuan tarif listrik tidak terlalu signifikan lantaran konsumsi pembangkit listrik yang menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) semakin sedikit.
Jika jadi merealisasikan rencana tersebut, berarti PLN menaikkan tarid listrik dalam dua bulan terakhir ini secara berturut-turut. Sebelumnya, pada awal Mei lalu, PLN menaikkan tarif listrik sebesar Rp 1 sampai Rp 2 per kilowatt hour (kWh). Kala itu, alasannya adalah harga minyak Indonesia mengalami kenaikan.
(Ekonografik: April 2016, Deflasi Terbesar Selama Masa Reformasi)
Harga rata-rata minyak mentah Indonesia pada Maret 2016 memang naik. Berdasarkan perhitungan formula ICP, harga minyak mentah Indonesia mencapai US$ 34,19 per barel, atau naik US$ 5,27 per barel dari Februari 2016.
Sementara itu, selama bulan Maret dan April lalu, PLN sempat memangkas tarif listrik. Langkah tersebut ditopang oleh penurunan harga minyak dan tren penguatan rupiah terhadap dolar AS.
Ada 12 golongan pelanggan yang tidak mendapatkan subsidi tarif listrik dari pemerintah. Yaitu kelompok konsumen tegangan rendah terdiri atas rumah tangga kecil R1/1.300 VA; rumah tangga kecil R1/2.200 VA; rumah tangga sedang R2/3500-5500 VA; rumah tangga besar R3/6600 VA ke atas, bisnis menengah B2/6600 VA-200 kVA; pemerintah sedang P1/6600 VA-200 kVA; enerangan Jalan P3.
(Baca: Minyak Rendah, PLN Turunkan Tarif Listrik)
Selain itu, kelompok konsumen tegangan menengah: bisnis besar B3/di atas 200 kVA; industri menengah I3/di atas 200 kVA; pemerintah besar P2/ di atas 200 kVA. Ada pula kelompok konsumen tegangan tinggi yaitu industri skala besar I4/di atas 30 MVA; dan kelompok konsumen layanan khusus (termasuk Layanan Premium) yakni layanan khusus L di TR/TM/TT.