KATADATA ? Pemerintah akan mendapat tambahan penerimaan negara hingga Rp 29,5 triliun dari lima perjanjian jual beli gas (PJBG) yang ditandatangani hari ini. Selain penerimaan dari bonus tanda tangan, dengan adanya PJBG ini alokasi gas untuk kebutuhan dalam negeri juga mengalami peningkatan.
"Perjanjian ini berpotensi memberikan tambahan penerimaan negara sekitar US$ 2,266 Miliar atau Rp 29,5 triliun selama masa kontrak berlangsung," kata Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Amien Sunaryadi di JCC, Jakarta, Jumat (22/5).
Amien mengatakan pemanfaatan produksi gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri ini sejalan dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 3 Tahun 2010. Pemanfaatan gas bumi dalam PJBG ini diprioritaskan untuk industri pupuk, pembangkit listrik, dan industri lainnya.
Untuk sektor kelistrikan, diharapkan dapat mendukung peningkatan rasio elektrifikasi. Selain itu, akan menurunkan beban subsidi pemerintah, karena adanya migrasi pemakaian bahan bakar minyak (BBM) ke gas bumi.
Adapun lima PJBG ini, sebagai berikut:
Sebelumnya pada 5 Mei, juga dilakukan dua perjanjian jual beli gas (PJBG). Dua kontraktor ConocoPhillips Grissik Ltd dan Petroselat akan memasok gas untuk kebutuhan pembangkit listrik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
ConocoPhillips akan memasok gas sebanyak 40 miliar british thermal unit per hari (BBTUD) selama tiga tahun. Sedangkan Petroselat sebanyak 5 BBTUD selama lima tahun. Perjanjian jual beli ini berpotensi memberikan tambahan penerimaan negara hingga US$ 299 juta atau sekitar Rp 3,74 triliun.
SKK Migas berkomitmen untuk meningkatkan pasokan gas untuk domestik. Sejak tahun 2003, pasokan gas untuk domestik meningkat rata-rata 9 persen per tahun. Pada 2013, volume gas untuk memenuhi kebutuhan domestik lebih besar dibandingkan ekspor.
Tahun lalu, porsi pasokan gas domestik mencapai 59,8 persen, dan ekspornya sebesar 40,20 persen. Sedangkan untuk tahun ini, pemanfaatan gas untuk domestik diperkirakan akan naik menjadi 62,7 persen, sedangkan untuk ekspor akan turun menjadi 37,3 persen.