KATADATA ? Keinginan pemerintah untuk kembali masuk menjadi anggota Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak atau Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) dianggap tidak masuk akal.
Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi Fahmi Radi menganggap Indonesia tidak layak menjadi anggota OPEC. Bahkan dia khawatir Indonesia akan jadi bahan tertawaan, jika memaksakan diri bergabung menjadi anggota OPEC.
Menurut dia, sejak 2005 Indonesia sudah dianggap sebagai importir bersih (net importer) minyak. Meski masih melakukan ekspor, tapi impor minyaknya lebih besar. Padahal syarat menjadi anggota OPEC adalah negara eksportir bersih (net exporter).
"OPEC itu negara-negara pengekspor minyak. Indonesia kan net importer bahan bakar minyak (BBM), sehingga tidak layak masuk OPEC. Bisa-bisa malah jadi bahan ketawaan," kata dia kepada Katadata, Jumat (8/5).
Indonesia memang pernah menjadi anggota OPEC sejak 1961, tapi kemudian memutuskan keluar dari keanggotaannya pada 2008. Keputusan ini lantaran Indonesia sudah menjadi negara pengimpor. Kegiatan eksplorasi dan produksi berkurang, sementara kebutuhannya terus meningkat. Sehingga posisi cadangan migasnya pun menurun.
Berdasarkan data Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas), produksi minyak mentah Indonesia sejak 1996 hingga 2006 terus mengalami penurunan rata-rata sebesar 10 persen sampai 12 persen.
Kemudian sejak 2006 hingga 2011, penurunan rata-rata produksi minyak mentah nasional sebesar 2 persen sampai 3 persen. Kondisi ini berbanding terbalik dengan laju konsumsi minyak di dalam negeri yang rata-rata tumbuh sebesar 5,8 persen.
Sebelumnya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menyatakan keinginannya agar Indonesia kembali aktif di OPEC. Alasannya, Indonesia bisa lebih mudah mengikuti dinamika dalam industri migas, jika bergabung di organisasi tersebut. Dengan demikian Indonesia akan semakin mudah mendapatkan minyak untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri.
Keinginan untuk kembali masuk dalam keanggotaan organisasi penghasil minyak ini akan disampaikan pemerintah dalam pertemuan OPEC yang berlangsung pada 3 dan 4 Juni mendatang. Meski tidak langsung menjadi anggota, Indonesia paling tidak bisa menjadi negara peninjau terlebih dulu.
Kepala Divisi Pengendalian Program dan Anggaran Bidang Pengendalian Perencanaan SKK Migas yang juga Analisis Kebijakan Fiskal OPEC Benny Lubiantara, mengatakan Indonesia sangat sulit bergabung dengan OPEC. Untuk menjadi negara peninjau pun syaratnya harus net exporter.
Alasan untuk mendapatkan minyak lebih mudah pun tidak tepat. Menurut dia untuk mendapatkan minyak tidak harus menjadi OPEC. Menurut dia hal itu bisa didapatkan dengan meningkatkan hubungan bilateral dengan negara-negara penghasil minyak.
"Malaysia tidak pernah jadi anggota OPEC, tapi bisa mendapatkan minyak dengan mudah karena interaksi dengan negara penghasil minyak berjalan baik," ujar dia.