Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mencurigai kinerja jasa pihak ketiga yang digandeng PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk memproses pencatatan meteran listrik, tidak beres. Tolok ukur yang disorot adalah, lonjakan tagihan listrik pada konsumen di masa pandemi virus corona atau Covid-19.
Ketua YLKI Tulus Abadi mengungkapkan, pihaknya mencurigai kinerja perusahaan pencatat meteran listrik tergolong diragukan. Kecurigaan tersebut muncul saat dirinya didatangi asosiasi pencatat meteran listrik yang mengeluhkan sikap PLN.
"Saya pernah didatangi asosiasi pencatat meter Jakarta. Waktu itu yang dikeluhkan adalah tidak terpenuhinya hak serta tuntutan mereka oleh PLN, sehingga mereka tidak menjamin kinerja bakal baik saat mencatat meteran listrik," kata Tulus, dalam diskusi virtual, Jumat (19/6).
Oleh karena itu, Tulus juga meminta agar PLN peka terhadap kebutuhan dan hak para pekerja pencatat meter. Sebab, banyak dari mereka yang mengeluhkan sikap PLN yang tidak memperhatikan para pekerja pencatat meteran listrik di lapangan.
Contohnya, PLN tidak menanggung biaya pengobatan saat para pekerja pencatat meteran mengalami sakit atau kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaan. Menurutnya, terpenuhinya hak-hak mendasar seperti tanggunan biaya pengobatan sangat berpengaruh pada kinerja saat menginput data.
Selain itu, ia mendorong PLN untuk segera melakukan transformasi, berupa digitalisasi teknologi perhitungan meteran listrik pelanggan. Transformasi ini, harus dilakukan sebagai respons PLN terhadap keluhan masyarakat akibat terjadinya lonjakan tagihan listrik.
(Baca: Kemenko Marves Investigasi PLN, Hitung Data Meteran Listrik Dari 2019)
Sementara, Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Andi Yuliani Paris, menyampaikan pihaknya akan menyelidiki alur bisnis pencatatan meteran listrik. Sehingga, bakal ketahuan apakah proses pencatatan tersebut dikerjakan oleh anak usaha PLN sendiri atau vendor.
Hal ini dinilai penting, untuk memastikan dasar kesepakatan kerja sama yang dilakukan dalam proses pencatatan meter. Sebab, jika pencatatan meter dibayarkan berdasarkan komisi seperti jumlah rumah. Maka hal itu menurut dia patut dicurigai.
"Misalnya satu petugas mencatat 30 rumah, itu patut dicurigai jika menaikan pencatatannya. Kita perlu investigasi apakah ada permainan vendor dalam pencatatan ini," kata dia.
Di sisi lain, pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai, pencatatan meteran listrik dari jasa pihak ketiga memang kurang meyakinkan. Berdasarkan info yang ia peroleh, pihak ketiga pencatatan meter juga menjadi penghambat PLN dalam melakukan tranformasi digitalisasi perhitungan meteran listrik.
"Ada kemungkinan pencatatan di pihak ketiga menghambat digitalisasi. Padahal untuk layanan pra-bayar sudah, tapi untuk pelanggan pasca-bayar jangan-jangan terhambat karena vendor," ujarnya.
(Baca: Soal Lonjakan Tagihan Listrik, DPR Minta PLN Perbaiki Pola Komunikasi)