Khawatir Gelombang Kedua Covid-19, OPEC+ Sepakat Siapkan Langkah Baru

KATADATA
Ilustrasi blok migas. OPEC+ mulai melakukan pembahasan soal prospek permintaan dan harga minyak di tengah gelombang kedua Covid-19.
Penulis: Sorta Tobing
20/10/2020, 12.42 WIB

Gelombang kedua pandemi Covid-19 yang melanda dunia saat ini membuat OPEC+ khawatir. Organisasi negara pengimpor minyak plus Rusia dan sekutunya itu mengadakan pertemuan semalam, Senin (19/10), membahas prospek permintaan minyak mentah dunia.

Arab Saudi, sebagai produsen terbesar, mengatakan tidak meragukan komitmen kelompok tersebut. “Kami memiliki fleksibilitas untuk beradaptasi dengan keadaan yang berubah. Tak seorang pun di pasar meragukan komitmen dan niat kami,” kata Menteri Energi Saudi Pangeran Abudulaziz bin Salman, dikutip dari Reuters.

OPEC+ telah membatasi produksi sejak Januari 2017 untuk mendukung harga minyak dan mengurangi persediaannya. Untuk saat ini, mereka berpegang pada kesepakatan untuk mengekang produksi sebesar 7,7 juta barel per hari (BPH) hingga Desember 2020.  Pemangkasan akan berlanjut menjadi 5,8 juta barel per hari pada Januari 2021.

Analisis bank investasi Amerika Serikat, JP Morgan, menyebut prospek permintaan minyak sangat lemah saat ini. OPEC+ perlu melakukan penundaan pengurangan pembatasan produksi.

Rencananya, OPEC+ akan bertemu pada 30 November hingga 1 Desember nanti membahas soal pembatasan tersebut. “Pemulihan permintaan tidak merata. Prosesnya telah melambat karena gelombang kedua virus corona,” kata Meneri Energi Rusia Alexander Novak.

Ilustrasi blok migas. (Pertamina Hulu Energi)

Harga Minyak Turun

Harga minyak pada perdagangan hari ini tergelincir. Kekhawatiran gelombang kedua virus corona secara global melanda pasar. Pemulihan ekonomi yang bakal mendorong permintaan bahan bakar sepertinya masih jauh dari harapan. Keadaan semakin runyam karena pasokan pun bertambah dengan peningkatan produksi minyak dari Libya.

Melansir dari Bloomberg, pada pukul 12.00 WIB, minyak mentah berjangkan Brent turun 0,84% menjadi US$ 42,26 per barel. Lalu, minyak West Texas Intermediat (WTI) turun 0,64% menjadi US$ 40,57 per barel.

Kasus Covid-19 saat ini telah tembus 40,3 juta jiwa, mengutip dari data John Hopkins Coronavirus Resource Center. Gelombang kedua mulai berkembang di kawasan Eropa dan Amerika Utara. Hal ini memicu terjadinya isolasi atau lockdown di beberapa wilayah. “Masih terlalu dini menyatakan akhir era Covid-19 menurunkan permintaan minyak,” kata analis Rystad Energy Oil, Louise Dickson.

Libya dengan cepat meningkatkan produksinya setelah konflik bersenjata menutup hampir semua produksi negara itu pada Januari. Ladang minyak terbesarnya, Sharara, mulai dibuka pada 11 Oktober lalu dan memproduksi 150 ribu barel per hari. Investor juga sedang mengamati data persediaan minyak Amerika Serikat. Stok minyaknya kemungkinan turun dalam seminggu terakhir, menurut survei Reuters.

Ilustrasi blok migas. (Katadata)

Gelombang Kedua Covid-19

Kenaikkan kasus virus corona dari 30 juta menjadi 40 juta kasus berlangsung selama 32 hari. Angkanya terbilang cepat apabila dibandingkan peningkatan kasus dari 20 juta ke 30 juta kasus yang membutuhkan waktu 38 hari. Bahkan untuk peningkatan kasus dari 10 juta menuju 20 juta membutuhkan waktu 44 hari.

Rekor peningkatan infeksi baru dalam satu hari pun sudah terlihat sejak akhir pekan lalu. Kasus virus corona global meningkat di atas 400 ribu orang untuk pertama kalinya. Rata-rata kasusnya dalam sepekan terakhir mencapai 347 ribu kasus setiap hari. Jumlahnya meningkat cukup signifikan dari minggu pertama Oktober 2020 sebesar 292 ribu kasus.

Amerika Serikat, India, dan Brasil tetap menjadi negara yang terdampak paling parah. Kasus Covid-19 di Amerika Utara, Tengah, dan Selatan mewakili sekitar 47,27% atau hampir setengah dari kasus global.