Teknik pengurasan minyak atau enhanced oil recovery alias EOR menjadi harapan pemerintah untuk menggenjot produksi nasional. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji pun bakal memilih lapangan potensial untuk diaplikasikan ke dalam teknologi ini.
Tutuka menyebut untuk menerapkannya, pemerintah akan membuat peta jalan atau roadmap. Lalu, untuk implementasinya, ia berkomitmen untuk terjun langsung ke lapangan migas. Pemerintah menargetkan pada 2030 produksi minyak dapat mencapai 1 juta barel per hari. Saat ini angkanya baru di sekitar 700 ribu barel per hari.
EOR menjadi cara untuk menggenjot kembali sumur-sumur tua yang produksinya berkurang. Selama ini penerapannya baru di satu sumur dan tak berlanjut. "Kami akan pilih lapangan yang kira-kira jadi proioritas perusahaan dan saya bersedia datang ke lapangan untuk memlih," kata dia dalam RDP bersama Komisi VII DPR RI, Senin (16/11).
Terkait persoalan EOR di Blok Rokan, Riau, ia menyebut pemerintah tak dapat melakukan intervensi. Persoalan ini menjadi urusan business-to-business antara Pertamina dan Chevron.
Chevron dikabarkan enggan memberikan salah satu formula untuk penerapan EOR di Lapangan Minas. Padahal, Pertamina membutuhkan formula tersebut saat alih kelola Blok Rokan rampung pada Agustus 2021.
Kedua pihak masih berdiskusi soal tersebut. Tutuka berpendapat perkara formula tak mudah untuk diserahterimakan karena bukan kegiatan yang bisa dibebankan ke dalam penggantian biaya operasi atau cost recovery. Artinya, hal tersebut merupakan hak sepenuhnya kontraktor migas. "Software geologi memang tidak bisa dibeli. Nah, ini memang kerap terjadi," ujarnya.
DEN Dorong Pertamina Kaji EOR Blok Rokan
Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto meminta agar proses kajian untuk mencari formula EOR di Blok Rokan dapat segera dilakukan. "Ada empat formula, yang tiga diberikan (Chevron), yang satu enggak. Ya sudah diambil saja inti dari tiga campuran ini," ujar dia pada Kamis lalu.
Ia yakin Indonesia mampu menemukan formulanya karena memiliki pusat penelitian dan pengembangan teknologi minyak dan gas bumi. Misalnya, Lemigas, PT LAPI Laboratories, dan Institut Teknologi Bandung. "Kita punya banyak expert (ahli), duit risetnya bisa dicari. Masa enggak bisa menemukan satu formula yang tidak diberikan oleh Chevron," ujarnya.
Pelaksana Tugas Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Susana Kurniasih menyebut salah satu komponen dalam formula EOR Blok Rokan tidak masuk dalam cost recovery. Chevron pun memegang hak paten formulanya sehingga tak bisa langsung diserahkan ke Pertamina pada saat alih kelola.
Apabila Pertamina menginginkannya, maka perlu pembahasan secara bisnis antar kedua pihak. “Kalau Pertamina tidak mau, maka harus studi lagi dan itu butuh waktu,” ucap Susana.
Pembahasan permintaan formula tersebut masih berlangsung. “Finalnya nanti pada saat alih kelola,” katanya. Harapannya, proses transisi ini dapat berjalan mulus agar lapangan tua di Blok Rokan tidak mengalami penurunan produksi.