Permintaan penundaan pembangunan fasilitas pemurnian mineral atau smelter milik PT Freeport Indonesia di Gresik, Jawa Timur, rupanya berbalas surat teguran dari pemerintah. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyampaikan telah melayangkan surat tersebut kepada perusahaan.
Dalam surat bernomor 1197/36/DJB/2020 dan bertanggal 30 September 2020 itu ada dua poin penting yang pemerintah sampaikan. Pertama, agar pelaksanaan pilling test dan pile load test dipercepat dan dilaksanakan paling lambat Oktober 2020. “Pemerintah juga meminta Freeport menyampaikan jadwal pelaksanaan kedua tes tersebut,” kata Arifin dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR, Senin (23/11).
Atas surat teguran itu, perusahaan lalu memberi surat tanggapan bernomor 508/OPDPTFI/IX/2020. Isinya, pengerjaan pilling test dan pile load test akan mundur dari September menjadi awal November 2020.
Freeport lalu melayangkan surat lagi bernomor 516 pada 11 November lalu. Perusahaan melaporkan telah memberikan notice to proceed kepada kontraktor poryek, Chiyoda, untuk melakukan pekerjaan pilling test.
Chiyoda saat ini sudah melakukan pengadaan dan mobilisasi peralatan serta pekerja di Gresik. Kegiatan fisik tersebut akan berlangsung pada akhir bulan ini.
Anggota Komisi VII DPR Maman Abdurrahman berpendapat proyek smelter khusus tembaga itu perlu dievaluasi kembali. “Kenapa tidak mengembangkan yang sudah ada? Toh, sama-sama membangun smelter,” ujarnya.
Sebaliknya, Anggota DPR Komisi VII Ratna Juwita justru mengapresiasi langkah yang diambil Kementerian ESDM yang menegur Freeport. "Ke depan kami harapkan ada sanksi tegas. Supaya Freeport berkomitmen dengan apa yang sudah diamanatkan oleh undang-undang kita," ucapnya.
Freeport Perluas Kapasitas PT Smelting
Pada dua pekan lalu, Freeport melakukan ekspansi PT Smelting di Gresik. Penandatangan nota kesepakatan atau MoU antara Mitsubsihi Material Corporation (MMC) dengan perusahaan berlangsung pada 13 November 2020.
Juru bicara Freeport Indonesia Riza Pratama mengatakan ekspansi pabrik yang berdiri sejak 1996 tersebut bertujuan untuk meningkatkan kapasitasnya. Dari awalnya 1 juta menjadi 1,3 juta dry metrik ton per tahun.
Pekerjaan ekspansi Smelting akan selesai pada 2023. “Ekspansi ini merupakan pemenuhan kewajiban Freeport terkait pengolahan dan/atau pemurnian konsentrat di dalam negeri,” ujarnya.
Langkah ini muncul usai Freeport memberi sinyal tidak akan membangun smelter. Chief Executive Officer Freeport McMoran Richard Adkerson mengatakan proyek itu tidak ekonomis dan memakan biaya besar.
Sebagai gantinya, ia menawarkan alternatif lain. “Ketimbang membangun smelter baru, lebih baik memperluas kapasitas smelter existing dan menambah pabrik logam mulia,” katanya dalam telepon konferensi, dikutip dari situs Nasdaq.
Executive Vice President and Chief Financial Officer Freeport McMoran Kathleen Quirk menghitung biaya membangun smelter sangat besar ketimbang perluasan pabrik yang sudah ada. Untuk pabrik baru investasinya mencapai US$ 3 miliar. “Untuk perluasan smelter sekitar US$ 250 juta,” ucapnya.
Smelting merupakan smelter tembaga pertama Indonesia yang dibangun Freeport bersama konsorsium Jepang. Operatornya adalah Mitsubishi. Kapasitasnya mencapai 1 juta ton konsentrat tembaga yang mampu diolah menjadi 300 ribu ton katoda per tahun. Di pabrik ini, Freeport memurnikan 40% seluruh produksi tembaganya yang berasal dari tambang Grasberg di Mimika, Papua.