Jaga Harga, ESDM Upayakan Pasokan Batu Bara Domestik Tak Berlebih

ANTARA FOTO/Makna Zaezar/wsj.
Ilustrasi. Untuk menjaga harga tetap stabil, Kementerian ESDM berupaya menekan kuota produksi batu bara domestik tak berlebih.
15/1/2021, 16.09 WIB

Setelah terpuruk akibat pandemi Covid-19, prospek harga batu bara kini cukup cerah. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin menyebut akan tetap menjaga harga batu bara tetap stabil. 

Salah satu caranya dengan menekan kuota produksi komoditas tambang itu tak berlebih. "Kami ingin agar harganya tetap bagus," ujar dia dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (15/1).

Pemerintah menargetkan produksi batu bara nasional tahun ini sebanyak 550 juta ton. Dari jumlah ini pemanfaatan untuk domestik alias domestic market obligation (DMO) sebesar 137,5 juta ton atau meningkat 4,16% dari realisasi 2020.

Namun, Ridwan tak menutup kemungkinan angka tersebut berubah. Apabila terjadi dinamika yang menguntungkan badan usaha dan negara, maka langkah penyesuaian dapat pemerintah lakukan. “Itu pun harus hati-hati dan cermat sesuai regulasi,” katanya. 

Menteri ESDM Arifin Tasrif sebelumnya mengatakan pemerintah sedang mengevaluasi kebijakan kuota ekspor batu bara. “Kalau tren harganya bagus, kami akan evaluasi kembali,” katanya beberapa waktu lalu.

Bulan ini, Kementerian menetapkan harga batu bara acuan (HBA) naik  27,14%  dibandingkan Desember 2020 menjadi US$ 75,84 per ton. Kenaikan ini membuat pergerakan harganya menuju level psikologis baru setelah mengalami tekanan sepanjang 2020 akibat pandemi Covid-19. 

Rata-rata HBA di tahun 2020 hanya sebesar US$ 58,17 per ton yang terendah sejak 2015. Pada awal Januari 2020, harga batu bara dibuka pada angka US$ 65,93 per ton. 

Harga acuan itu sempat menguat sebesar 0,28% di angka US$ 67,08 per ton pada Maret dibanding Februari yang sebesar US$ 66,89 per ton. Namun, kemudian terus melorot pada April hingga September dan sempat menanjak dalam tiga bulan terakhir, periode Oktober-Desember.

Kenaikan Permintaan Tiongkok Akan Dorong Harga Batu Bara

Harga batu bara dalam tren kenaikan sejak pertengahan Oktober 2020. Meskipun pada awal tahun ini sempat turun, harganya kembali naik signifikan pada awal pekan ini. 

Berdasarkan grafik di website Trading Economics, harga batu bara sempat turun hingga 5,1% menjadi US$ 83,5 per ton sejak awal tahun hingga 6 Januari 2021. Namun, pada perdagangan 8 Januari 2021, harganya menyentuh US$ 83 per ton, artinya naik 7,7% sejak turun.

Analis Samuel Sekuritas Dessy Lapagu mengatakan kenaikan harga ini karena stok batu bara di pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU di Tiongkok sedang tertekan. Salah satu penyebabnya adalah cuaca dingin yang melanda negara tersebut sehingga memaksa otoritas meningkatkan pengiriman.

Tim Riset Sinarmas Sekuritas mengatakan, tren kenaikan harga batu bara akan berlanjut lama karena harga batu bara tahun lalu yang sudah sempat mencapai siklus terbawahnya. Kenaikan harga batu bara ke depan, juga disebabkan oleh membaiknya keseimbangan antara permintaan dan pasokan.

Apalagi, Negeri Panda akan memperbaharui kuota impornya. “Kami dapat melihat harga batu bara bisa meningkat karena impor akan melonjak setelah dibatasi terlalu lama," kata tim riset dikutip dari Market Outlook 2021.

Mereka juga menilai, sikap keras Tiongkok terhadap larangan impor Australia, akan memberikan sentimen positif bagi Indonesia. Hal itu disebabkan, akan ada permintaan yang melonjak di 2021 terhadap batu bara dari Tanah Air. 

Sebagai informasi, Indonesia menyumbang 45% dari impor batu bara Tiongkok. "Kami memperkirakan harga batu bara rata-rata pada US$ 70 hingga 75 per ton untuk tahun 2021 hingga 2022," kata tim riset tersebut menambahkan.

Reporter: Verda Nano Setiawan, Ihya Ulum Aldin