PLN bakal mengoptimalkan pemanfaatan fly ash (abu terbang) dan bottom ash (abu padat) alias FABA dari pembakaran pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Limbah batu bara ini akan perusahaan manfaatkan untuk keperluan konstruksi, infrastruktur, dan pertanian.
Langkah ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Aturan turunan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja ini telah mengeluarkan FABA dari kategori bahan berbahaya dan beracun (B3).
Perusahaan setrum negara itu telah melakukan berbagai uji coba dan mengembangkan agar abu batu bara itu bisa dimanfaatkan. "FABA bisa dimanfaatkan untuk bahan penunjang infrastruktur, seperti jalan, conblock, semen, hingga pupuk,” kata Executive Vice President Komunikasi Korporat dan CSR PLN Agung Murdifi dalam keterangan tertulisnya, Senin (15/3).
Di PLTU Tanjung Jati B yang berlokasi di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, limbah FABA telah dimanfaatkan bagi masyarakat sekitar. Berbekal izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), limbah batu bara itu dapat diolah menjadi batako, paving, dan beton pracetak.
“Hasil olahan dari limbah FABA itu kami manfaatkan untuk merenovasi rumah warga di sekitar PLTU Tanjung Jati B,” kata Agung. Sebagai gambaran, satu rumah bertipe 72 meter persegi yang dibangun membutuhkan sekitar 1.600 batako dan menyerap 11 ton FABA untuk pembuatannya.
Sepanjang 2020, PLTU tersebut telah berhasil menyalurkan 115.778 buah paving dan 82.100 batako dari abu batu bara untuk pembangunan infrastruktur. “Yang terbaru kami salurkan sebanyak 32.600 buah paving untuk renovasi Masjid Darul Muttaqin, Desa Kaliaman, Kembang, Jepara,” ujarnya.
Di PLTU Asam-Asam, Kalimantan Selatan, limbah batu baranya diolah menjadi road base (lapisan jalan). Lalu, PLTU Suralaya, Banten, memanfaatkan FABA sebagai bahan baku batako dan bahan baku di industri semen. Sedangkan PLTU Ombilin, Sumatera Barat, mengolah FABA menjadi campuran pupuk silika.
Hasil Uji Laboratorium terkait FABA
Berdasarkan hasil uji laboratorium independen atas toxicity characteristic leaching procedure (TCLP) dan lethal dose 50 (LD50) yang sampelnya berasal dari beberapa PLTU, FABA yang dihasilkan tidak mengandung unsur yang membahayakan lingkungan.
Beberapa laboratorium juga telah melakukan uji kimia dan biologi atas FABA, antara lain laboratorium Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara Kementerian ESDM bersama Laboratorium Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PPSDAL) Universitas Padjadjaran. Dari hasil pengujian toksikologi, FABA merupakan limbah tetapi bukan B3.
Meskipun bukan lagi limbah non-B3, namun seluruh syarat persetujuan lingkungan pengelolaannya harus sesuai standar dan ketentuan nasional. Agung menyebut hal ini mengacu pada standar prosedur internasional.
PLN memastikan tidak akan membuang limbah-limbah tersebut. Agung menyebut perusahaan akan mengoptimalkan pemanfaatannya untuk memberikan nilai ekonomi atas limbah tersebut.
Perusahaan setrum negara itu juga akan bekerja sama dengan banyak pihak, terutama usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk memanfaatkan FABA. “PLN yakin momentum ini sebagai era baru pengelolaan FABA. Memberi harapan baru pada infrastruktur murah dan kualitas lingkungan yang lebih baik,” kata Agung.