Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi alias SKK Migas memperkirakan pasokan gas untuk konsumen di Jawa Timur akan bertambah. Hal ini seiring dengan beroperasinya proyek-proyek gas di wilayah tersebut pada akhir 2021.
Oleh karena itu, tambahan pasokan tersebut membutuhkan komitmen pasar. Pasalnya, pada 2022 hingga 2025 kawasan tersebut diproyeksikan akan kelebihan pasokan gas yang mencapai sekitar 200 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD).
Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas, Arief S. Handoko mengatakan tambahan pasokan paling besar berasal dari proyek pengembangan Lapangan Gas Unitisasi Jambaran-Tiung Biru (JTB). Proyek ini ditargetkan dapat onstream pada kuartal IV tahun ini.
"Proyek ini dapat memasok gas sebesar 192 MMSCFD, dimana nantinya pasokan tidak hanya ke Jawa Timur namun juga ke Jawa Tengah," kata Arief dalam keterangan tertulis, Kamis (15/4).
Proyek JTB yang masuk dalam daftar proyek strategis nasional (PSN) ini mulanya dijadwalkan onstream pada 2020. Namun pandemi Covid-19 menyebabkan tertundanya penyelesaian proyek ini menjadi ke 2021.
Selain Proyek JTB, SKK Migas menargetkan akan ada dua proyek gas lain yang berada di Provinsi Jawa Timur yang akan onstream pada 2021. Kedua proyek tersebut adalah Proyek Sidayu dan Proyek Bukit Tua Phase 2B.
"Di awal tahun juga telah ada Proyek West Pangkah yang meningkatkan pasokan gas dari Wilayah Kerja Pangkah, sehingga bisa dikatakan jumlah pasokan gas di Jawa Timur untuk 2021 akan tercukupi,” ujar Arief.
Selain itu SKK Migas bersama Kementerian ESDM saat ini juga tengah membahas jaminan ketersediaan pasokan dan harga gas bagi konsumen industri tertentu terutama di wilayah Jawa Timur.
Atas potensi pasokan gas tersebut, SKK Migas mengharapkan agar industri pengguna gas dapat mengoptimalkan kesepakatan bisnis secara adil. Kemudian tetap berpegangan pada ketentuan dalam Peraturan Menteri ESDM No. 8 Tahun 2020 dan Keputusan Menteri ESDM No. 89 Tahun 2020 yang mengatur harga gas untuk industri tertentu.
Arief juga berharap agar pembangunan pipa gas Cirebon – Semarang dapat segera diselesaikan. Hal ini supaya dapat mengembangkan pasar gas di Jawa Tengah. “Sehingga dengan adanya pipa gas ini, kelebihan pasokan gas di Jawa Timur akan dapat disalurkan untuk mendukung pemenuhan kebutuhan gas bagi industri di Jawa Tengah,” katanya.
Ketua Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) Yustinus Gunawan sebelumnya membeberkan bahwa alokasi harga gas khusus di Jawa Timur belum merata. Salah satunya seperti di pabrik kaca lembaran di Sidoarjo yang sejak April 2020 hingga Februari 2021 hanya mendapat gas sebesar 64,3% dari volume yang ditetapkan pemerintah.
Dampaknya, pabrik itu terpaksa membeli gas dengan harga lebih mahal. Padahal, penyerapan gas bumi harga khusus dapat lebih besar sekitar 15% dari realisasinya. “Total pasokan dari hulu sebenarnya mencukupi. Penyebab kurangnya pasokan tidak jelas," kata Yustinus kepada Katadata.co.id.
Kondisinya berbeda dengan Jawa Barat. Pabrik-pabrik kaca lembaran disana dapat menikmat harga gas US$ 6 per MMBTU sesuai kebijakan pemerintah. "Ini menyebabkan terciptanya persaingan usaha tidak sehat," ujarnya.
Pihaknya pun telah melaporkan dan berkoordinasi dengan PGN di Jawa Timur atas persoalan ini. Namun, volume gas dari perusahaan pelat merah itu tetap belum mencukupi dari seluruh kemampuan penyerapan.
Menurut Yustinus, PGN membatasi penyerapan volume alokasi gas dengan harga khusus. Hal tersebut juga terjadi di industri lain di Jawa Timur. Padahal, pabrikan di Jawa Timur mengaku siap untuk menyerap gas dengan kepastian harga US$ 6 per MMBTU dan kepastian penambahan volume.
Sektor industri dapat menghitung kemampuan ke depan sehingga akan memicu investasi untuk penambahan kapasitas terpasang. "Kalau tidak ada kepastian harga, maka investasi pasti tidak akan terjadi. Dunia usaha memerlukan kepastian. Hanya ini kuncinya" ucapnya.