PT Adaro Energy Tbk akan segera mengajukan perpanjangan kontrak izin usaha pertambangannya yang akan habis pada Oktober 2022 mendatang.
Chief Financial Officer (CFO) Adaro Energy Lie Luckman mengatakan saat ini perusahaan tengah menyiapkan sejumlah dokumen. Terutama untuk memenuhi segala persyaratan untuk menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Menurutnya perusahaan dapat mengajukan perpanjangan kontrak lebih cepat dari aturan yang ditetapkan. Dalam aturan yang berlaku, pengajuan perpanjangan bisa dilakukan paling lambat satu tahun sebelum kontrak berakhir.
"Kami tidak akan tunggu Oktober 2021. Kami akan submit secepatnya. Dalam evaluasi juga pasti akan bolak balik dan revisi. Jadi, kita akan submit secepatnya," kata Lie dalam konferensi pers secara virtual, Senin (19/4).
Adaro sebelumnya menunggu rampungnya rancangan peraturan pemerintah (RPP) turunan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang pertambangan mineral dan batu bara atau UU Minerba sebelum mengajukan perpanjangan kontrak izin usaha pertambangan.
Hingga saat ini pemerintah sendiri masih menggodok tiga RPP turunan tersebut, yakni tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan, wilayah pertambangan, serta pengawasan reklamasi dan pasca-tambang.
Namun, meskipun salah satu PP mengenai pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan belum terbit, salah satu Perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) yakni PT Arutmin Indonesia tetap mendapatkan perpanjangan kontrak.
Hal ini berdasarkan Surat Keputusan (SK) perpanjangan dan peralihan izin Arutmin dari PKP2B menjadi IUPK diterbitkan pemerintah pada 2 November tahun lalu.
Meski demikian, pakar hukum pertambangan Ahmad Redi menilai langkah pemerintah itu ilegal. Pemberian IUPK harus sesuai peraturan pemerintah, sebagai turunan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang mineral dan batu bara alias UU Minerba. Namun, sampai sekarang PP tersebut belum juga pemerintah terbitkan.
Selain Adaro, beberapa perusahaan tambang batu bara yang kontraknya akan segera habis di antaranya PT Kendilo Coal Indonesia dan PT Kaltim Prima Coal yang akan habis tahun ini. Kemudian, PT Multi Harapan Utama pada 2022, PT Kideco Jaya Agung (2023), dan PT Berau Coal (2025).