Freeport Indonesia (Freeport) berpeluang untuk menambah pabrik pemurnian atau smelter tembaga baru di Papua, selain yang telah direncanakan di Gresik, Jawa Timur, atau Halmahera Tengah, Maluku Utara.
Direktur Utama MIND ID Orias Petrus Moedak mengatakan bahwa pembangunan smelter di Papua dapat terealisasi jika kapasitas produksi Freeport dapat digenjot lebih dari 3 juta ton per tahun. Pasalnya, tingkat produksi saat ini sudah dialokasikan untuk smelter yang sudah ditentukan.
Selama ini rencana kapasitas produksi Freeport hingga 2041 ditetapkan hanya sebesar 3 juta ton per tahun. Oleh karena itu, perlu pembahasan kembali mengenai peningkatan produksi jika smelter tersebut butuh pasokan dari Freeport.
"Ini dua hal yang sangat terkait. Dengan adanya smelter di sana, kalau mereka mau bangun, kami akan proses untuk peningkatan produksi," kata dia dalam Media Breifing MIND ID, Jumat (7/5).
Sebelumnya Kementerian Investasi bekerja sama dengan China ENFI Engineering Corporation (ENFI) untuk pembangunan pabrik pemurnian atau smelter tembaga di Papua. Nota Kesepahaman ini ditandatangani oleh Menteri Investasi Bahlil Lahadalia dan President ENFI Liu Cheng beberapa waktu lalu.
Bahlil mengapresiasi langkah China ENFI atas minat investasinya di industri smelter tembaga yang rencananya akan dibangun di Kabupaten Fakfak, Papua Barat. Ia berharap penandatanganan nota kesepahaman ini dapat segera ditindaklanjuti untuk menciptakan kerja sama yang saling menguntungkan.
"Nanti urusan perizinan dan insentif fiskal, BKPM yang akan bantu, selama proposal dari China ENFI adalah yang terbaik dan menguntungkan Freeport, China ENFI, dan Indonesia,” ujar Bahlil.
Menurut Bahlil, pemerintah mendukung rencana investasi tersebut di antaranya dengan menjamin ketersediaan suplai bahan baku tembaga dari Freeport Indonesia minimal 800.000 ton per tahun. Proyek ini sejalan dengan arahan Presiden mengenai transformasi ekonomi melalui peningkatan nilai tambah dan ekspor Indonesia ke dunia.
Menteri ESDM Arifin Tasrif juga menyatakan dukungannya atas kerja sama BKPM dengan China ENFI dalam proyek peleburan tembaga tersebut. Dia mengatakan pengelolaan usaha pertambangan, termasuk pengelolaan mineral ini memiliki ciri padat modal, teknologi tinggi, dan adanya ketidakpastian.
Oleh karena itu dibutuhkan kajian yang sangat mendalam, sehingga keekonomiannya dapat terhitung secara baik. Dengan adanya kerja sama dengan Indonesia, maka ia berharap dapat memberikan nilai tambah pembangunan fasilitas pemurnian tembaga yang kompetitif di Indonesia.