SKK Migas menyampaikan pemberian insentif di sektor hulu migas cukup penting untuk saat ini. Apalagi di tengah penerapan kebijakan harga gas khusus untuk industri sebesar US$ 6 British Thermal Unit (MMBTU).
Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas Arief Setiawan Handoko mengatakan kebijakan harga gas khusus dapat berjalan tanpa mengorbankan keekonomian lapangan gas. Keekonomian lapangan migas dapat mempengaruhi investasi.
Apalagi investasi di hulu migas dibutuhkan untuk mendukung capaian produksi gas bumi sebesar 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) pada 2030. "Tentunya hulu migas juga dipikirkan. Kami memikirkan bagaimana harga gas US$ 6/MMBTU jalan tapi investasi hulu migas tidak macet," kata dia dalam diskusi secara virtual, Kamis (24/6).
Pemerintah pun telah berupaya menjaga keekonomian kontraktor. Beberapa yang dilakukan adalah dengan memperpanjang periode kontrak bagi hasil atau production sharing contract (PSC) dan pemberian insentif pembebasan pajak-pajak tidak langsung.
Selain itu, pemerintah juga telah memberikan insentif lain seperti investment credit. "Memang kebijakan harga gas ini dimaksudkan agar hulu migas bisa mendorong ekonomi. Tapi tentunya hulu migas juga dipikirkan," kata dia.
Direktur Utama PT Pertamina Hulu Indonesia Chalid Said Salim mengatakan insentif yang diberikan pemerintah telah berdampak positif dalam menekan harga gas di sektor hulu. Misalnya, sebelum pemberian insentif, harga gas di hulu berkisar di angka US$ 7 per MMBTU.
Namun setelah mendapat insentif berupa pembebasan pajak tidak langsung seperti PPN, PBB, sewa aset hulu, dan sewa aset kilang, harga gas dapat ditekan di bawah US$ 6 per MMBTU. "Sehingga ini memberi peluang bagi pengembangan lapangan gas yang ada," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Indonesian Petroleum Association (IPA) Gary Selbie menilai target produksi minyak 1 juta barel per hari di 2030 lebih memungkinkan dicapai dibanding dengan targetproduksi gas 12 BSCFD. Karena untuk memproduksi gas sebesar itu, masih diperlukan kepastian dari sisi pasar.
"Kami bisa memproduksi gas sebesar 12 BSCFD. Saya kira secara teknis itu bisa, mengingat besarnya cadangan gas di Indonesia, tapi apakah akan ada pasar sebesar itu?" kata dia dalam Oil And Gas Investment Day, beberapa waktu lalu.
Target tersebut juga sangat sulit terealisasi jika infrastruktur gas di dalam negeri masih kurang memadai. Ditambah kepastian harga gas untuk keperluan domestik saat ini yang tak memungkinkan untuk dapat mengembangkan lapangan gas secara komersial.