Klaim Tambang Batu Bara Ilegal, ESDM: Belum Ada Produsen yang Melapor

ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/foc.
Tempat penumpukan sementara batu bara, Muarojambi, Jambi, Rabu (1/7/2020).
21/7/2021, 17.26 WIB

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sampai saat ini belum menerima laporan secara resmi mengenai adanya pencurian batu bara hingga maraknya penambangan ilegal. Produsen batu bara mengklaim dua hal tersebut banyak terjadi seiring naiknya harga emas hitam.

Direktur Teknik Lingkungan Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Lana Saria mengatakan dengan belum adanya produsen batu bara yang melaporkan kondisi tersebut, maka klaim tersebut tidak dapat ditindaklanjuti oleh pihak berwajib. Misalnya seperti ke Polda, Polres, atau Polisi Laut.

"Harus berdasarkan adanya laporan resmi, tidak bisa 'katanya'. Sebagai informasi juga, bahwa wilayah laut, bukan menjadi kewenangan ESDM. Tetapi Kementerian Perhubungan bekerja sama dengan Polri," ujar dia kepada Katadata.co.id, Rabu (21/7).

Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) sebelumnya menyebut kegiatan penambangan ilegal hingga pencurian batu bara di atas kapal tongkang terus meningkat.

Ketua APBI Hendra Sinadia mengatakan bahwa berdasarkan info yang ia terima dari anggotanya, aktivitas penambangan ilegal terus meningkat seiring dengan kenaikan harga batu bara. Bahkan pencurian batu bara di atas kapal tongkang juga mulai marak.

Meski demikian, pihaknya tidak mempunyai data pasti terkait banyaknya aktivitas tersebut. "Kami mendengar kabar dari beberapa anggota. Kejadian seperti ini kadang terjadi jika harga komoditas menguat," ujar Hendra Senin kemarin.

Hendra juga belum mengetahui secara rinci mengenai kerugian yang dialami para anggotanya atas aktivitas pencurian batu bara tersebut. Yang pasti, APBI saat ini tengah melakukan pendataan dan menunggu masukan dari anggota serta akan melaporkannya ke Kementerian ESDM.

Untuk diketahui, Kementerian ESDM menetapkan harga batu bara acuan (HBA) Indonesia pada Juli 2021 sebesar US$ 115,35 per ton. Angka ini naik US$ 15,02 per ton dibandingkan Mei yang sebesar US$ 100,33 per ton.

Kenaikan ini utamanya dipicu oleh tingginya tingkat konsumsi di negara-negara Asia Timur dan menjadi HBA tertinggi dalam 10 tahun terakhir, sejak November 2011. Simak databoks berikut:

Reporter: Verda Nano Setiawan