Tren Mobil Listrik, Nasib Industri Migas di Tangan Sektor Otomotif

ANTARA FOTO/Didik Suhartono/aww.
Komisari PT PLN (Persero) Dudy Purwagandhi mengisi daya mobil listrik di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di Jalan Dr Soetomo, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (26/12/2020). PT PLN (Persero) menguji coba kendaraan listrik berbasis baterai dengan rute perjalanan jarak jauh dari Jakarta menuju Bali dengan tujuan untuk melihat infrastruktur SPKLU yang sudah disiapkan oleh PLN agar para pengguna kendaraan listrik dalam menempuh perjalanan jarak jauh bisa aman dan nyaman.
29/7/2021, 14.15 WIB

Nasib industri migas (minyak dan gas) diyakini akan ditentukan oleh sektor otomotif, seiring berkembangnya tren kendaraan listrik sebagai alat transportasi masa depan. Permintaan energi fosil akan terus menyusut meskipun penggunaan kendaraan berbahan bakar minyak secara global masih mendominasi.

Vice President & Head of Research for Oil Markets Energy & Mobility Jim Burkhard, mengatakan bahwa minyak hingga kini memainkan peran yang cukup penting dalam industri transportasi. Namun tingkat pertumbuhan untuk kendaraan listrik diperkirakan akan tumbuh pesat.

"Sumber energi, bensin dan solar telah memonopoli transportasi, monopoli mulai mengendur dan elektrifikasi transportasi mulai tumbuh," ujarnya dalam diskusi secara virtual, Kamis (29/7).

Secara global, 99% atau sekitar 1,4 miliar mobil yang mengaspal masih merupakan mobil konvensional bermesin pembakaran internal (internal combustion engine/ICE) yang mengonsumsi BBM. Sisanya adalah mobil listrik. "Sepuluh tahun yang lalu bukan 1% tapi 0%," katanya.

Sehingga ada beberapa tingkat pertumbuhan yang sangat kuat dalam penjualan kendaraan listrik di dunia. Meski demikian, membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menggeser permintaan kendaraan ICE menuju kendaraan listrik sepenuhnya.

Oleh karena itu, perusahaan industri otomotif perlu begerak cepat untuk beralih menggenjot pengembangan mobil listrik. Dalam kondisi, ini kendaraan listrik akan memonopoli pertempuran alokasi modal dan aturan pendukungnya. "Akan lebih banyak uang untuk mengembangkan mobil listrik," katanya.

Sementara di Indonesia, pemerintah menargetkan penggunaan 2 juta mobil listrik dan 13 juta motor listrik pada 2030. Hal ini sejalan dengan pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 55 tahun 2019 tentang percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) untuk transportasi jalan.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif sebelumnya mengatakan dengan pertumbuhan kendaraan bermotor yang tinggi, ketergantungan terhadap BBM ikut meningkat. Konsumsinya mencapai 1,2 juta barel per hari yang sebagian besar dipenuhi melalui impor.

Kementerian ESDM pun tengah menyusun strategi besar penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai atau KBLBB. Target pengurangan impornya setara 77 ribu barel minyak per hari (BOPD).

Dengan penggunaan 2 juta unit mobil listrik dan 13 juta unit motor listrik, RI dapat menghemat devisa hingga US$ 1,8 miliar atau sekitar Rp 25,4 triliun. “Penurunan emisi karbon dioksidanya mencapai 11,1 juta ton,” kata Arifin beberapa waktu lalu.

Kementerian juga telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2020 tentang penyediaan infrastruktur pengisian listrik. Termasuk di dalamnya rencana membangun 2.400 titik stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) dan 10 ribu titik stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU) pada 2025.

Reporter: Verda Nano Setiawan