Marak Sengketa Lahan Tambang, ESDM Cegah Pakai Teknologi Informasi

PT PAM MIneral Tbk.
Ilustrasi area tambang. Kementerian ESDM memanfaatkan sistem teknologi informasi untuk meminimalisir terjadinya sengketa lahan atau tumpang tindih lahan pertambangan.
28/9/2021, 12.10 WIB

Sengketa lahan di sektor pertambangan hingga kini tak kunjung selesai. Bahkan beberapa BUMN di sektor tambang saat ini tengah mengalami masalah tumpang tindih lahan. Untuk meminimalisir masalah tersebut, Kementerian ESDM memanfaatkan sistem informasi digital.

Misalnya seperti situs Minerba One Map Indonesia, kemudian Minerba One Data Indonesia (MODI), dan Sistem Elektronik Penerimaan Negara Bukan Pajak (e-PNBP). Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Ditjen Minerba Kementerian ESDM Sugeng Mujianto mengatakan beberapa aplikasi tersebut saling berkaitan.

Nantinya, tumpang tindih lahan sektor tambang diselesaikan sesuai sistem peraturan perundangan yang berlaku. Namun sistem informasi tersebut dapat meminimalisir adanya kasus tumpang tindih lahan

"Sehingga hanya yang benar-benar tidak tumpang tindih, perizinan lengkap dan sesuai, tidak bersengketa, telah memenuhi kewajiban yang dapat masuk ke sistem," kata dia kepada Katadata.co.id, Senin (28/9).

Tak hanya tambang milik BUMN, sebenarnya masih ada beberapa wilayah operasi tambang yang mengalami hal serupa. Namun demikian, Sugeng tak hafal rincian pastinya.

Sebagai informasi, ribuan hektar lahan tambang yang izinnya dimiliki BUMN rupanya tumpang tindih dengan perusahaan swasta. Hal tersebut dialami oleh PT Antam Tbk, PT Bukit Asam Tbk, hingga PT Timah Indonesia Tbk.

Direktur Utama Antam Dana Amin mengatakan pihaknya memiliki satu Izin Usaha Pertambangan (IUP) seluas 16.920 hektar di kawasan Sulawesi Tenggara yang tumpang tindih dengan belasan IUP lainnya. Perusahaan pun mengaku telah membawa kasus ini ke ranah hukum dari pengadilan hingga Mahkamah Agung (MA).

"Sejak 2010 kami lakukan proses hukum yang cukup panjang dari pengadilan sampai MA. Pada 24 Oktober 2019, MA inkrah menyatakan bahwa Antam pemilik sah dari IUP 16,920 hektare," katanya dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII, Senin (27/9).

Adapun dari luas lahan yang tumpang tindih tersebut telah terjadi area bukaan tambang ilegal seluas 500 hektar. Menurut dia area bukaan tersebut memiliki potensi bijih mineral (ore) yang cukup besar.

"Kami upayakan eksekusi, sekarang sudah kerja sama dengan pak Gubernur dan Polisi, lahan 500 hektar ini sudah kosong, kita sudah RKAB dengan Dirjen Minerba agar Antam masuk ke situ. Jadi secara hukum sudah selesai," katanya.

Tak hanya Antam, PTBA juga memiliki kasus serupa, Direktur Utama PTBA Suryo Eko Hadianto mengatakan perusahaan juga memiliki satu IUP yang tumpah tindih dengan IUP perusahaan lain yakni PT Musi Hutan Persada (MHP).

Adapun IUP tersebut berada di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan dengan luas sekitar 14 ribu hektar. PTBA mendapatkan IUP eksplorasi tersebut pada 1979 dan menjadi IUP operasi produksi pada 2009. Sedangkan MHP mendapatkan izin hak penguasaan lahan pada 1996.

Saat ini menurut Suryo, perusahaan tengah bernegosiasi dengan MHP terkait dengan ganti inevstasi sesuai undang-undang. Mengingat PTBA telah mendapat Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) seluas 14 ribu di kawasan tersebut.

"Namun, ini agak seret karena masing-masing punya perhitungan berbeda sehingga ada perbedaan saat ini sedang kami minta ke KLHK untuk bisa tengahi dan kalkulasi terhadap nilai ganti investasi," katanya.

Direktur Utama Timah Riza Pahlevi Tabrani mengatakan IUP Timah juga mengalami tumpang tindih lahan. Diantaranya seperti di penambangan darat dengan kawasan hutan produksi dan perkebunan kelapa sawit seluas 83 ribu hektar.

"Saat ini kami sedang ajukan IPPKH yang hutan produksi, dan untuk kebun sawit kita sudah koordinasi dan respon positif. Mudah-mudahan akhir tahun ini kami sudah mulai tambang di sana," ujarnya.

Sementara untuk area penambangan laut, pihaknya mengaku ada tumpang tindih juga seluas 40 ribu hektare dengan zonasi di Belitung Timur. Meski begitu perusahaan hingga kini masih tetap diizinkan beroperasi hingga akhir mas IUP.

Reporter: Verda Nano Setiawan