Bukan Harga Komoditas, Investasi Minerba Butuh Kepastian Hukum

ANTARA FOTO/Jojon
Kendaraan truk melakukan aktivitas pengangkutan ore nikel ke kapal tongkang di salah satu perusahaan pertambangan di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, Rabu (6/11/2019).
27/10/2021, 12.13 WIB

Kenaikan harga komoditas tambang rupanya bukan menjadi jaminan investasi minerba akan ikut melejit. Sebab, realisasi investasi di sektor ini hingga kuartal III baru mencapai US$ 2,7 miliar atau 62,7% dari target 2021 sebesar US$ 4,3 miliar.

Ketua Umum Indonesian Mining Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo mengatakan investasi apapun, bukan sebatas ditentukan kondisi saat ini. Namun lebih ke arah kesempatan bisnis jangka panjang, harga yang stabil, kondisi regulasi dan kepastian hukum.

Melambungnya harga komoditas tambang tak menjadi faktor yang menentukan keputusan investasi. Demikian juga dengan harga batu bara yang saat ini masih terbilang cukup tinggi.

"Tentu bukan awal untuk investasi. Bisa jadi justru di saat keputusan diambil, investasi dilakukan, harga kembali turun," ujar Singgih kepada Katadata.co.id, Rabu (27/10).

Apalagi bicara investasi SDA, khususnya minerba. Sebelum melakukan investasi, maka perusahaan akan berhitung atas kondisi cadangan, proyeksi harga, serapan pasar, kondisi infrastruktur, dan peralatan alat berat untuk mendukung operasi. Di luar itu, yaitu masalah financial dan hukum atau regulasi. "Kalau saya melihat investasi minerba yang belum terdongkrak, tentu tidak bisa didorong cepat," katanya.

Singgih menilai investasi untuk menambah produksi melalui kapasitas infrastruktur tidak akan dilakukan untuk saat ini. Apalagi, di saat ketetapan produksi nasional sudah dinilai tinggi serta dinilai pada level yang akan dipertahankan untuk jangka panjang. Harga pun menjadi penilaian yang bahkan justru mulai terkoreksi.

Sehingga dia meyakini investasi minerba untuk batu bara tidak akan meningkat tajam. Sementara untuk mineral lainnya menurut dia investor akan masuk setelah kepastian pasar, infrastruktur pendukung, dan kondisi peralatan berat untuk operasi tambang mendukung.

"Demikian untuk sisi hilir pertambangan pun akan berhitung pada kondisi pasar ke depan dan berbagai kompetisi yang melekat," katanya.

Pengamat Komoditas Ariston Tjendra menilai investasi sektor minerba paling tidak membutuhkan dana besar dan jangka panjang. Sehingga, investor perlu waktu untuk menimbang segala sesuatunya seperti aturan-aturan di dalam negeri, potensi tambang, dan lain sebagainya.

Apalagi, pergerakan harga komoditas tambang itu bersifat naik turun. Sehingga, menurut dia harga tinggi belum menjadi jaminan bahwa investasi akan naik, namun lebih kepada kestabilan harga. "Saat ini mungkin naik, tapi bisa jadi kedepannya harga bisa turun lagi berkaitan dengan kondisi supply dan demand," ujarnya.

Kementerian ESDM sebelumnya mengatakan bahwa kepastian regulasi di sektor ini masih menjadi salah satu faktor penghambat investasi. Simak realisasi investasi di sektor ESDM pada databoks berikut:

Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengatakan aspek kenyamanan dalam berinvestasi di Indonesia akan menjadi hal utama yang digenjot pemerintah. Mengingat capaian investasi di sektor ini masih cukup jauh dari target yang ditetapkan.

"Artinya masih kurang, masih ingin lebih banyak. Salah satunya penyebabnya adalah kondisi ketidakpastian regulasi. Kami sedang upayakan jangan berubah-ubah," kata dia dalam Konferensi Pers: Capaian Kinerja Triwulan III Tahun 2021 dan Isu Strategis Sub Sektor Minerba, Selasa (26/11).

Ridwan menyadari pandemi Covid-19 sebenarnya juga turut mempengaruhi realisasi investasi sektor minerba hingga kuartal III ini. Namun di sisi lain, masih ada beberapa faktor yang cukup berpengaruh besar terhadap capaian investasi sektor minerba.

"Hal lain yang perlu kami upayakan adalah memberikan iklim investasi yang lebih nyaman bagi perusahaan," katanya.

Reporter: Verda Nano Setiawan