PLN optimistis seluruh pemasok batu bara, termasuk perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) akan memenuhi komitmen kewajiban penjualan untuk kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation /DMO) tahun ini.
EVP Komunikasi Korporat dan TJSL PLN, Agung Murdifi menyampaikan pihaknya meyakini bahwa semua mitra pemasok batu bara dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri, terutama untuk PLN di akhir tahun sesuai target yang ditetapkan.
"Kami telah berkoordinasi dan mendapatkan konfirmasi dari pemegang izin PKP2B bahwa mereka sanggup memenuhi komitmen pencapaian DMO," kata Agung dalam keterangan tertulis, Selasa (16/11).
Menurut dia berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No. 139.K/HK.02/MEM.B/2021, pemerintah telah menetapkan kewajiban DMO batu bara tahun 2021 sebesar 137,5 juta ton. Di mana 66,06 juta ton merupakan DMO dari perusahaan PKP2B.
Volume DMO tersebut dialokasikan untuk kebutuhan industri dalam negeri atau domestik seperti sektor kelistrikan dan sektor lainnya. Misalnya semen, smelter, industri lainnya dalam satu tahun.
Dari total DMO yang ditetapkan pemerintah, sekitar 113 juta ton batu bara dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan sektor kelistrikan sepanjang 2021. Hingga Oktober 2021, realisasi DMO sektor kelistrikan mencapai 93,16 juta ton.
Adapun untuk pemegang izin PKP2B telah terealisasi sekitar 41,77 juta MT dari total kontrak pasokan untuk sektor kelistrikan sebesar 46,95 juta MT sampai dengan Desember 2021.
"Kami ucapkan terima kasih atas kontribusi para mitra pemasok batu bara ke sektor kelistrikan demi menghadirkan listrik yang andal ke masyarakat," kata Agung.
Sebelumnya Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini mengatakan bahwa banyak produsen batu bara yang belum memenuhi kewajiban DMO-nya hingga Oktober 2021. Beberapa nama yang disebutkan seperti Adaro Indonesia, Arutmin Indonesia, dan Musi Prima Coal.
Berdasarkan catatan PLN, Adaro merupakan perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B) yang belum memenuhi kontrak penjualan. Dari kewajiban DMO 11,1 juta ton hingga, Oktober ini realisasinya baru mencapai 7,54 juta ton.
Kemudian dari jenis Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi (IUPK OP) dengan Arutmin Indonesia. Realisasi sampai Oktober 4,3 juta ton dari kewajiban volume DMO sebesar 5,4 juta ton.
Kemudian untuk jenis kontrak selanjutnya IUP PMA dalam hal ini Musi Prima Coal, hingga Oktober realisasi hanya 2 juta ton dari kewajiban DMO 7,6 juta ton. "Gapnya terlalu besar. Dari jenis kontrak IUP OP gapnya juga besar," ujarnya dalam RDP bersama Komisi VII DPR, Senin (15/11).