Harga minyak mentah dunia naik lebih dari 8% dalam dua hari seiring menurunnya kekhawatiran terhadap dampak penyebaran virus corona varian Omicron terhadap permintaan bahan bakar global.
Harga minyak melonjak lebih dari 3% pada akhir perdagangan Selasa (7/12) atau Rabu (8/12) pagi waktu Indonesia setelah sehari sebelumnya naik lebih dari 5%.
Minyak berjangka Brent untuk pengiriman Februari naik US$ 2,36 atau 3,2% menjadi US$ 75,44 per barel, setelah sehari sebelumnya (Senin) naik 4,6%. Sedangkan West Texas Intermediate (WTI) naik US$ 2,56 (3,7%) menjadi US$ 72,05 per barel, menyusul kenaikan 4,9% sehari sebelumnya.
Harga minyak pekan lalu merosot di tengah kekhawatiran bahwa vaksin Covid-19 yang ada saat ini kurang efektif dalam menghadapi varian Omicron. Hal ini memicu kekhawatiran penerapan kembali pembatasan dan penguncian wilayah atau lockdown yang akan menekan permintaan bahan bakar.
Hasil awal penelitian oleh Africa Health Research Institute di Afrika Selatan juga menunjukkan bahwa efektivitas vaksin Covid-19 buatan Pfizer dan BioNTech menurun menghadapi Omicron. Kepala peneliti Alex Sigal mengatakan bahwa Omicron dapat menurunkan antibodi dari vaksin Pfizer dan BioNTech.
“Ada penurunan yang sangat besar dalam netralisasi varian Omicron dibandingkan jenis Covid-19 sebelumnya. (Tapi) penyintas yang diikuti dengan suntikan booster akan meningkatkan tingkat netralisasi dan memberikan perlindungan dari gejala parah Omicron,” ujarnya seperti dikutip CNBC.
Ini berdasarkan uji 14 sampel darah dari 12 orang yang telah divaksinasi dengan Pfizer dan BioNTech. Enam di antaranya merupakan penyintas Covid-19. Hasilnya, Hanya lima dari enam sampel darah orang yang telah divaksinasi dan telah terinfeksi Covid-19 masih dapat menetralisir varian Omicron.
Menurut laporan tersebut terjadi penurunan hingga 41 kali lipat dalam tingkat antibodi penetralisir varian Omicron. Sigal mengatakan angka tersebut akan disesuaikan setelah dilakukan eksperimen terhadap sampel yang lebih banyak.
Meski demikian, seorang pejabat kesehatan Afrika Selatan melaporkan pada akhir pekan bahwa kasus Omicron di sana hanya menunjukkan gejala ringan. Kepala penasihat kesehatan Gedung Putih Amerika Serikat, Anthony Fauci, juga mengatakan bahwa varian ini tidak menimbulkan gejala yang parah.
"Pasar oversold sebagai reaksi spontan terhadap Omicron dan potensi penyebarannya serta dampaknya pada pembatasan perjalanan," kata Gary Cunningham, direktur riset pasar di Tradition Energy.
Dia menambahkan, dengan kekhawatiran yang berkurang terkait varian ini, pasar kembali ke ekspektasi permintaan yang kuat selama 6-12 bulan ke depan. Simak perkembangan harga minyak jenis Brent pada databoks berikut:
Kenaikan harga minyak juga didorong kebijakan Arab Saudi, produsen minyak utama dunia, yang menaikkan harga minyak mentah bulanannya untuk pasar Asia dan Amerika.
Di sisi lain, negara-negara pengekspor minyak dan sekutunya, atau lebih dikenal OPEC+, sepakat untuk terus meningkatkan produksi sebesar 400.000 barel per hari (bph) pada Januari meskipun Amerika telah melepas cadangan minyak strategisnya ke pasar.
"Pasar mulai menanggapi varian ini dengan tenang," kata analis di perusahaan data dan analitik Kpler, Matt Smith, seperti dikutip dari Reuters.
Analis yang disurvei oleh Reuters memperkirakan bahwa data persediaan minyak mentah AS akan menunjukkan penurunan mingguan kedua berturut-turut. Data industri mingguan akan dirilis hari ini pada pukul 16.30 waktu setempat, diikuti oleh angka resmi pemerintah.
Harga minyak juga didukung oleh penundaan kembalinya minyak Iran, karena pembicaraan nuklir tidak langsung antara Amerika Serikat dan Iran mendapat batu sandungan. Jerman mendesak Iran pada Senin (6/12) untuk menyampaikan proposal yang realistis dalam pembicaraan mengenai program nuklirnya.