Hengkangnya ConocoPhillips memperpanjang daftar perusahaan migas kakap yang keluar dari Indonesia. ConocoPhillips sepakat untuk melepas aset migasnya di Indonesia kepada PT Medco Energi Internasional. Sebelumnya Chevron keluar dari proyek Indonesia Deepwater Development (IDD) tahap II, .
Dengan hengkangnya beberapa perusahaan tersebut, posisi Indonesia dinilai akan semakin sulit untuk merealisasikan target produksi minyak 1 juta barel per hari (BPH) dan 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) gas pada 2030.
Pendiri ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan untuk dapat mencapai produksi di angka tersebut, secara hitung-hitungan Indonesia memerlukan tambahan produksi dari lapangan migas skala besar.
"Yang di dalam kenyataan umumnya atau mayoritas dihasilkan dari investasi-investasi skala besar yang dilakukan oleh para major International Oil Company (IOC)," kata dia kepada Katadata.co.id, Kamis (9/12).
Menurut Pri, angka 1 juta barel per hari produksi minyak belum cukup layak untuk disebut sebagai target, sebab detail program kerja yang dipaparkan sampai saat ini masih belum jelas. "Termasuk akan dari lapangan mana produksi itu dihasilkan, berapa produksinya, kapan waktunya dan oleh siapa," katanya.
Selain itu, Pri menilai sudah lebih dari satu dekade iklim investasi hulu migas RI juga kalah kompetitif dibandingkan negara lain. Terutama dalam menarik investasi-investasi skala besar dari para perusahaan migas kelas kakap.
"Ditinggalkan tidak selalu karena tidak ekonomis, tetapi karena kalah kompetitif dengan portofolio investasi dan kesempatan investasi para IOC majors itu di tempat lain," ujarnya.
Dewan Energi Nasional alias DEN menilai masih ada kendala dalam mencapai target produksi 1 juta BPH dan 12 BSCFD gas pada 2030. Padahal realisasi produksi migas nasional dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan, saat ini berada di level 630.ooo barel per hari (bopd).
Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto mengatakan kunci tercapainya target produksi migas terletak pada peningkatan kinerja pegawai dan organisasi. Sementara birokrasi di dalam pemerintahan maupun KKKS tak mendukung proses pengambilan keputusan secara cepat.
"Saya terus terang saja, saya lihat supporting menuju 1 juta barel ini unit organisasinya masih ada banyaknya kepentingan, yang jelas saya alami," kata dia beberapa waktu lalu.
Misalnya saja seperti proses pengadaan rig pengeboran, kemudian implementasi dari teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR), dan proses perizinan di daerah.
Untuk itu, Djoko mendesak agar semua turut mendukung target 1 juta barel tanpa adanya embel-embel kepentingan karena Indonesia masih mempunyai 128 cekungan migas, dimana 60 di antaranya belum dieksplorasi.