Transisi Energi: Pengertian, Manfaat, dan Teknologinya

123rf.com/NejroN
Ilustrasi transisi energi.
Penulis: Husen Mulachela
Editor: Safrezi
5/1/2022, 16.02 WIB

3. Teknologi dan Penggunaan Energi Baru

Dengan adanya pertumbuhan penggunaan energi terbarukan di tingkat global, penelitian dan pengembangan atas teknologi yang tersedia semakin meningkat. Sehingga, teknologi energi terbarukan semakin beragam, berkualitas dan efisien.

Selain ketiga hal di atas, kondisi geopolitik dan ekonomi juga menjadi alasan pentingnya transisi energi, seperti desentralisasi pembangkit listrik, tren investasi terbarukan, pengadaan untuk instalasi pembangkit energi terbarukan, kebebasan dari ketergantungan fosil, serta perubahan perilaku konsumer listrik.

Teknologi Transisi Energi

Meneruskan catatan Transisi Energi, terdapat tiga teknologi yang dapat mendukung kelancaran progrm transisi energi, yaitu:

  • Carbon Capture and Storage (CCS)

Hal ini merupakan proses di mana karbon dioksida yang berasal dari pembakaran pembangkit listrik dan sumber industri lainnya, dikompresi dan disuntikan ke dalam formasi geologi bawah tanah. Namun, teknologi ini masih menjadi perdebatan.

  • Solar Photovoltaics (PV)

Solar Photovoltaics merupakan teknologi berbahan dasar material semikonduktor untuk mengkonversi energi matahari menjadi energi listrik.

Bioenergi merupakan energi terbarukan yang diperoleh dari sumber biologis, yaitu biofuel (biodiesel dan bioetanol), biogas, dan biomassa padat yang dapat digunakan sebagai bahan bakar, pembangkit listirk, dan menciptakan panas.

Transisi Energi Indonesia

Mengutip laman Kemeterian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Indonesia memiliki target Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sebesar 23% pada bauran energi nasional 2025. Kebijakan tersebut dipadukan dengan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi hingga 29% pada 2030.

Direktur Pembinaan Program Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Jisman Hutajulu menyampaikan sampai dengan semseter I tahun 2020, total kapasitas pembangkit listrik terpasang nasional telah mencapai 71 gigawatt (GW). Pembangkit listrik berbasis batu bara masih mendominasi suplai energi listrik di Tanah Air. Sedangkan, pembangkit listrik EBT meraup porsi 14,69% dari total kapasistas pembangkit listrik nasional.

Di samping itu, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan pemerintah telah mempertegas komitmennya untuk menurunkan emisi karbon atau gas rumah kaca (GRK). Selain itu, akan berkontribusi lebih cepat bagi pencapaian target net zero emission (nol emisi karbon) dunia melalui transisi energi.

Indonesia memiliki potensi EBT cukup melimpah yang diperkirakan lebih dari 3.000 GW yang bersumber dari tenaga surya, angin, hidro, panas bumi, bio energi, dan energi laut.

"Potensi dan teknologi EBT merupakan modal utama untuk melaksanakan strategi transisi energi menuju net zero emission pada tahun 2060," ujar Arifin dalam Indonesia Energy Transition Outlook 2022, Selasa (21/12), seperti dikutip Katadata.

Halaman:

Dalam rangka mendukung kampanye penyelenggaraan G20 di Indonesia, Katadata menyajikan beragam konten informatif terkait berbagai aktivitas dan agenda G20 hingga berpuncak pada KTT G20 November 2022 nanti. Simak rangkaian lengkapnya di sini.