KPK Kaji Kebijakan Harga Batu Bara Khusus Industri Semen dan Pupuk

ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/wsj.
Ilustrasi. Kebijakan harga batu bara khusus semen dan pupuk tertuang dalam keputusan Menteri ESDM nomor 206.K/HK.02/MEM.B/2021.
Editor: Agustiyanti
7/1/2022, 09.55 WIB

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengkaji kebijakan pemberian harga batu bara khusus untuk industri semen dan pupuk dalam negeri sebesar US$ 90 per ton. Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengatakan pihaknya akan melihat apakah kebijakan yang tertuang dalam keputusan Menteri ESDM nomor 206.K/HK.02/MEM.B/2021 menimbulkan kerugian negara.

"KPK mereview apakah ada kemungkinan muncul kerugian negara karena kebijakan ini, background dari kebijakan ini dikeluarkan dan lain-lainnya. Nanti kalau terbukti ada, kami akan kasih rekomendasi perbaikan," ujar Pahala kepada Katadata.co.id, Jumat (7/1).

Kebijakan tersebut diteken oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif pada 13 April ini dan berlaku mulai 1 November 2021 hingga 31 Maret 2022. Aturan ini menetapkan harga jual batu bara untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku atau bahan bakar industri semen dan pupuk di dalam negeri sebesar US$ 90 per ton Free On Board (FOB) Vessel. Harga ini ditetapkan dengan spesifikasi acuan pada kalori 6.322 kcal/kg, total moisture 8%, total sulphur 0,8%, dan ash 15%.

Pengusaha batu bara sebelumnya meminta agar formulasi harga batu bara khusus bagi kalangan industri dikaji kembali. Kebijakan ini dinilai akan mengurangi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) batu bara. 

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan pihaknya akan mematuhi kebijakan atau peraturan yang diundangkan. Namun, mereka berharap pemerintah mengkaji kembali harga jual khusus batu bara. 

"Berkah dari harga komoditas yang terjadi hanya sementara. Dengan kebijakan tersebut, berkah ini tentu tidak bisa dimaksimalkan untuk penerimaan negara," ujarnya.

Selain itu, ia menyebut, penjualan batu bara untuk kepentingan dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) yang telah dilaksanakan sebenarnya sudah merupakan subsidi energi. Untuk itu, ia mempertanyakan urgensi pemberian subsidi kepada industri semen yang seharusnya dipengaruhi oleh permintaan dan pasokan.

Menurut dia, industri semen dalam praktiknya dapat menggunakan batu bara dengan rentang kualitas yang sangat lebar. Mereka bahkan dapat menggunakan batu bara yang tidak diterima oleh pembangkit listrik sekalipun.

"Misalnya batu bara dengan kadar ash tinggi, ash fusion rendah, sulfur tinggi, cv rendah atau tinggi sekalipun. Sebagai contoh, bahkan ada industri semen yang menggunakan petcoke yang juga digunakan sebagai incinerator," kata dia.

Reporter: Verda Nano Setiawan