DEN Soroti PLTS RI Kalah dari Negara Jiran, Kapasitas di Bawah 200 MW

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.
Petugas merawat panel surya yang terpasang di atap Gedung Direktorat Jenderal (Dirjen) Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (EDSM), Jakarta, Rabu (24/3/2021). Kementerian ESDM hingga Maret 2021 telah membangun sebanyak 193 unit PLTS atap gedung, sementara sepanjang 2021-2030 pemerintah juga menargetkan pembangunan PLTS dengan kapasitas sebesar 5,432 Mega Watt untuk menurunkan emisi hingga 7,96 juta ton karbondioksida.
9/3/2022, 14.18 WIB

Pemanfaatan energi surya di Indonesia dinilai Dewan Energi Nasional alias DEN, masih kurang menggembirakan, jika dibandingkan dengan negara tetangga. Untuk itu, DEN berharap komitmen Tanah Air dalam pengembangan energi surya dapat lebih cepat dan masif. 

Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Herman Darnel Ibrahim mengatakan posisi Indonesia dalam pengembangan energi surya saat ini masih jauh tertinggal jika dibandingkan Vietnam. Pasalnya, negara tersebut telah mengembangkan pembangkit listrik tenaga surya alias PLTS dengan kapasitas sebesar 20 gigawatt (GW).

"Vietnam saja yang negara kecil sudah memiliki 20 GW, tetapi kita belum sampai 200 MW, jadi 0,2 GW," kata Herman dalam Governor's Forum on Energy Transition, Rabu (9/3).

Padahal, menurut Herman pemanfaatan PLTS tanpa baterai, secara hitungan keekonomian sudah layak dibandingkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara. Oleh karena itu, Herman mendesak agar pengembangan energi surya dapat digenjot secara serius.

Pasalnya, selain murah dibandingkan PLTU batu bara, sumber energi ini juga tak terbatas. Berbeda halnya jika dibandingkan seperti panas bumi, air dan energi baru dan terbarukan atau EBT lainya.

Sementara itu, untuk membangun ekonomi yang kuat, setidaknya kebutuhan listrik RI pada 2050 diperkirakan mencapai 2.000  terawatt hour (TWh). Sedangkan dengan potensi EBT yang ada saat ini, listrik yang diproduksikan diproyeksikan hanya sebesar 300 TWh.

"Itu butuh energi dari tenaga air, panas bumi dan itu yang berpeluang terbesar adalah energi surya. Saya bayangkan untuk transisi energi ini kita perlu ratusan GW bahkan 1000 GW energi surya di masa depan. Tapi kalau kita terlambat memulai maka transisi energi akan mengalami hambatan," katanya.

Untuk diketahui, Kementerian ESDM memiliki target untuk menambah kapasitas terpasang pembangkit listrik energi baru terbarukan atau EBT sebesar 38 gigawatt (GW) hingga 2035. Guna merealisasikan target tersebut, pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) akan menjadi andalan.

Menteri ESDM Arifin Tasrif sebelumnya mengatakan bahwa pemilihan PLTS sebagai prioritas utama dalam pengembangan pembangkit EBT secara masif karena harga listrik dari PLTS yang semakin murah dan bersaing dengan pembangkit lainnya.

"Untuk mencapai target tersebut pemerintah memprioritaskan pengembangan pembangkit surya karena biayanya makin kompetitif dan lebih murah dan waktu pelaksanaannya lebih cepat, kita memiliki sumber yang banyak," ujarnya beberapa waktu lalu.

Pemerintah memiliki tiga program prioritas yang sedang berjalan untuk mendorong pengembangan PLTS, yakni pengembangan PLTS atap dengan kapasitas total 3,6 GW, pengembangan PLTS skala besar berkapasitas 5,34 GW, dan yang terbesar, proyek PLTS terapung di 375 lokasi dengan total kapasitas 28,20 GW. 

Reporter: Verda Nano Setiawan