SKK Migas mencatat torehan investasi pada kegiatan hulu migas pada semester I tahun ini baru mencapai US$ 4,8 miliar atau Rp 72 triliun dengan asumsi kurs Rp 15.000 per dolar. Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto, mengatakan capaian tersebut relatif kecil di tengah momentum tingginya harga minyak mentah dan gas dunia.
Capaian tersebut juga lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 4,92 miliar. "Saya menyampaikan apresiasi atas apa yang kita capai, namun saya meningatkan bahwa ini baru langkah awal saja, maka implementasinya menjadi paling utama," kata Dwi dalam siaran pers pada Selasa (12/7).
Dwi menambahkan, momentum tingginya harga minyak dan gas dunia tidak secara langsung berdampak positif pada minat investor dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk menanamkan modal mereka pada industri hulu migas di tanah air.
Adapun harga minyak mentah jenis Brent pada Selasa (12/7) bertengger di harga US$ 105,40 per barel, sementara minyak mentah merek West Texas Intermediate (WTI) berada di level US$ 102,21 per barel.
Kondisi lonjakan harga juga terjadi pada gas global, di mana harganya meningkat di atas US$ 25 per million british thermal unit (mmbtu). Dengan harga spot Liquefied Natural Gas (LNG) saat ini berada di kisaran US$ 43 per mmbtu atau setara US$ 240 per barel setara minyak.
Kendati demikian, Dwi berharap masa pemulihan dari pandemi pada paruh kedua tahun ini bakal memperbaiki kinerja investasi dan produksi pada kegiatan hulu Migas nasional.
Adapun dalam pertemuan CEO Forum ke-2 pada Senin kemarin, SKK Migas bersama dengan CEO KKKS sepakat menjalankan lima rekomendasi dalam rangka peningkatan kinerja hulu Migas Nasional dengan jangka waktu pendek hingga 2030.
Kelima rekomendasi tersebut yakni melakukan peningkatan produksi minyak dan gas dalam waktu jangka pendek tiga bulan, studi biaya dan manfaat (cost and benefit), peningkatan produksi pada program filling the gap, pendalaman mekanisme EOR serta penyiapan Work Program dan Budget pada 2023 mendatang.
"Rekomendasi yang ada mencerminkan kebutuhan riil dari industri hulu migas, dan kami berharap para pemangku kepentingan memberikan dukungannya untuk merealisasikan rekomendasi tersebut," sambung Dwi.
Selain itu, beberapa hal yang menjadi perhatian para CEO Hulu Migas adalah penguatan institusi hulu migas untuk memberikan kepastian hukum dan investasi dan upaya penanganan unplanned shutdown.
Kemudian yang juga menjadi perhatian adalah bagaimana recovery pascapulihnya kembali operasi dan bagaimana upaya menutupi produksi yang hilang.
“Saat ini kita sudah memiliki buku panduan harga migas Semester I dan saya berharap sudah dipergunakan untuk membantu perencanaan dan operasional komersialisasi migas sehingga akan didapatkan tingkat efisiensi yang lebih tinggi dan optimalisasi penerimaan negara dan KKKS,” imbuh Dwi.
Walau torehan investasi relatif kecil, SKK Migas membukukan penerimaan negara US$ 9,7 miliar atau Rp 144,5 triliun (kurs Rp 14.900), dari industri hulu migas sepanjang periode Januari-Juni 2022.
Selain itu, SKK Migas juga mencatat reserve replacement ratio (RRR) sebesar 77 %, dengan pemulihan biaya atau cost recovery sejumlah US$ 3,2 miliar atau Rp 47, 6 triliun.
Sebelumnya diberiyakan, KKKS Premier Oil, anak usaha Harbour Energy company sekaligus operator di Blok Andaman II menemukan cadangan minyak dan gas bumi atau migas usai menyelesaikan pengeboran sumur eksplorasi Timpan-1.
Pengeboran dilakukan pada kedalaman air 4.245 kaki, dengan sumur bor secara vertikal pada kedalaman 13.818 kaki di bawah laut Blok Andaman II, yang berada di 150 km lepas pantai Aceh.
Berdasarkan pengujian, sumur mengalirkan gas sebesar 27 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) dan 1.884 barel kondensat per hari (BOPD).
Premier Oil Andaman Ltd akan segera melakukan studi evaluasi post drill untuk menentukan langkah eksplorasi lanjutan sebagai upaya mengkomersialisasikan penemuan di lepas pantai cekungan Sumatera Utara.