Harga minyak mentah Amerika Serikat (AS), West Texas Intermediate (WTI) terus merosot hingga ke bawah US$ 95 per barel pada perdagangan Jumat (22/7) atau Sabtu pagi waktu Indonesia. Ini merupakan level terendah harga WTI sejak April 2022.
Harga WTI turun US$ 1,65 atau 1,7% menjadi US$ 94,7. Sedangkan harga minyak acuan dunia, Brent, turun tipis menjadi US$ 103,2 per barel.
Koreksi harga WTI telah berlangsung selama tiga minggu secara berturut-turut seiring dengan turunnya permintaan bahan bakar di AS. Permintaan turun dipicu tingginya harga bahan bakar di SPBU. Sementara harga Brent masih ditopang oleh kuatnya permintaan di Asia.
Sementara itu Eropa mengubah sanksinya kepada Rusia dan membolehkan perusahaan energi milik negara Rusia, Gazprom dan Rosneft, menjual minyaknya kepada negara tertentu, sebagai upaya untuk membatasi risiko keamanan energi global.
Dengan penyesuaian sanksi ini, Eropa mencabut larangan pembayaran terkait pembelian minyak mentah lintas laut Rusia oleh perusahaan Uni Eropa (UE). “Dalam jangka pendeki ini merupakan berita negatif yang akan memicu sedikit aksi jual di pasar,” kata analis di Price Future, Phil Flynn.
Pengumuman penyesuaian sanksi oleh UE ini datang setelah Gubernur Bank Sentral Rusia Elvira Nabiullina mengatakan Rusia tidak akan memasok minyak mentah ke negara-negara yang memutuskan untuk mengenakan batasan harga pada minyaknya dan sebaliknya mengarahkannya ke negara-negara yang siap untuk "bekerja sama" dengan Rusia.
“Persepsi berkembang bahwa AS dan UE akan menerapkan batasan harga pada minyak Rusia pada akhir tahun,” kata Dennis Kissler, wakil presiden senior perdagangan di BOK Financial.
“Sejarah masa lalu menunjukkan bahwa pembatasan harga komoditas yang diinduksi pemerintah biasanya berumur pendek dan dapat mengakibatkan kenaikan harga yang berlebihan segera setelahnya,” tambahnya.
Namun, harga tertahan oleh kekhawatiran kenaikan suku bunga yang dapat memangkas permintaan dan dimulainya kembali beberapa produksi minyak mentah Libya. Produksi minyak Libya lebih dari 800.000 barel per hari (bph) dan akan mencapai 1,2 juta bph bulan depan.
Sementara Irak memiliki kapasitas untuk meningkatkan produksi minyaknya sebesar 200.000 bph tahun ini jika diminta, kata seorang eksekutif Basra Oil Co Irak.
Ekonomi global tampaknya semakin cenderung menuju ke perlambatan yang serius, sama seperti bank sentral secara agresif membalikkan kebijakan moneter ultra-longgar yang diadopsi selama pandemi untuk mendukung pertumbuhan, data menunjukkan pada hari Jumat.
Pergerakan baru-baru ini dalam minyak mentah dan suku bunga berjangka mengantisipasi penurunan dalam siklus bisnis yang akan menyebabkan konsumsi minyak turun sebelum akhir tahun dan memasuki tiga bulan pertama tahun 2023.
Investor juga mengamati keputusan Federal Reserve AS tentang suku bunga minggu depan. Pejabat Fed telah mengindikasikan bahwa bank sentral kemungkinan akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin pada pertemuan 26-27 Juli.
Namun, permintaan di India tetap kuat, dengan pemurnian bertahan di atas level pra-pandemi, sementara Cina juga akan melakukan upaya besar untuk mengkonsolidasikan pemulihan ekonominya terutama pada kuartal ketiga.