Harga minyak dunia merosot pada Senin (1/8) pagi seiring data ekonomi yang lemah dari Cina dan Jepang sepanjang bulan Juli membebani prospek permintaan energi. Investor juga tengah bersiap untuk pertemuan pejabat OPEC minggu ini dan produsen utama lainnya mengenai penyesuaian pasokan.
Harga minyak berjangka Brent, yang menjadi acuan global, turun ke level US$ 102,9 per barel. Padahal pada Jumat (29/7) Brent sempat naik ke level US$ 110,6 per barel. Sedangkan minyak mentah Amerika Serikat (AS) West Texas Intermediate turun ke US$ 97,06 setelah sempat menyentuh US$ 101,88 oer barel pada perdagangan pekan lalu.
Lockdown atau penguncian Covid-19 baru di Cina meredupkan pemulihan singkat yang terlihat pada aktivitas pabrik pada bulan Juni. Indeks manajer pembelian manufaktur (PMI) Caixin/Markit turun menjadi 50,4 pada Juli dari 51,7 pada bulan sebelumnya, jauh di bawah ekspektasi analis.
Sementara aktivitas manufaktur Jepang berkembang pada tingkat terlemahnya dalam 10 bulan di bulan Juli, data menunjukkan pada hari Senin. “PMI manufaktur Cina yang mengecewakan adalah faktor utama yang menekan harga minyak hari ini,” kata analis CMC Markets Tina Teng, seperti dikutip Reuters.
“Data menunjukkan kontraksi mengejutkan dari kegiatan ekonomi, menunjukkan bahwa pemulihan ekonomi terbesar kedua di dunia dari penguncian Covid mungkin tidak sepositif yang diharapkan sebelumnya, yang menggelapkan prospek permintaan pasar minyak mentah,” tambah dia.
Brent dan WTI mengakhiri Juli dengan kerugian bulanan kedua berturut-turut untuk pertama kalinya sejak 2020, karena melonjaknya inflasi dan suku bunga yang lebih tinggi meningkatkan kekhawatiran resesi yang akan mengikis permintaan bahan bakar.
Analis ANZ mengatakan penjualan bahan bakar untuk pengemudi di Inggris berkurang, sementara permintaan bensin tetap di bawah rata-rata lima tahun untuk tahun ini.
Mencerminkan hal ini, analis dalam jajak pendapat Reuters mengurangi untuk pertama kalinya sejak April perkiraan mereka untuk harga rata-rata Brent 2022 menjadi US$ 105,75 per barel. Perkiraan mereka untuk WTI turun menjadi US$ 101,28.
Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya termasuk Rusia, sebuah kelompok yang dikenal sebagai OPEC+, akan bertemu pada hari Rabu untuk memutuskan produksi September.
Dua dari delapan sumber OPEC+ dalam survei Reuters mengatakan kenaikan moderat untuk September akan dibahas pada pertemuan 3 Agustus, sementara sisanya mengatakan produksi kemungkinan akan tetap stabil. Pertemuan itu terjadi setelah Presiden AS Joe Biden mengunjungi Arab Saudi bulan lalu.
”Sementara kunjungan Presiden Biden ke Arab Saudi tidak menghasilkan pengiriman minyak langsung, kami percaya bahwa Kerajaan akan membalas dengan terus meningkatkan produksi secara bertahap,” kata analis RBC Capital Helima Croft dalam sebuah catatan.
Awal Agustus melihat OPEC+ memiliki rekor pengurangan produksi yang sepenuhnya dibatalkan sejak pandemi Covid-19 terjadi pada tahun 2020.
Menurut laporan surat kabar Kuwait Alrai, sekjen baru OPEC, Haitham al-Ghais, menegaskan bahwa keanggotaan Rusia di OPEC+ sangat penting untuk keberhasilan perjanjian.
Sementara itu, produksi minyak AS terus meningkat karena jumlah rig naik 11 pada bulan Juli, meningkat untuk rekor 23 bulan berturut-turut, data dari Baker Hughes menunjukkan.
“Penembusan harga Brent di bawah level support utama US$ 102,68 dapat memicu penurunan ke kisaran US$ 99,52 hingga US$ 101,26,” kata analis teknis Reuters Wang Tao.