PT Timah Tbk tengah menjajaki kemitraan dengan beberapa perusahaan asing dan melakukan studi pengolahan Logam Tanah Jarang atau LTJ. Sekretaris perusahaan dengan kode saham TINS tersebut, Abdullah Umar Baswedan mengatakan penjajakan dilakukan kepada perusahaan yang ingin mentransfer teknologi dan membuat pabrik pengolahan LTJ di Tanah Air.
Meskipun begitu, Abdullah masih enggan membeberkan perusahaan mana saja yang tengah dijajaki. Pihaknya masih menunggu kepastian dan kesepakatan kerja sama untuk mengumumkan identitas mitranya tersebut.
"Kami tidak bisa menyebutkan, karena ada beberapa, lebih dari satu perusahaan. Perusahaan asing salah satunya dari Kanada," kata Abdullah saat ditemui wartawan, Jumat (2/9).
Abdullah menjelaskan, PT Timah kerap menemukan mineral ikutan dalam proses produksi timah seperti ilmenit, senotim, monasit, rutile, zirkon, dan beberapa mineral lainnya. Dari sekian jenis LTJ yang terbawa dalam proses produksi timah, monasit menjadi yang paling sering dijumpai.
"Jumlahnya tergantung dari berapa material yang kami ambil. Kalau kami mengambil dan produksi timahnya makin banyak, maka mineral ikutannya makin banyak. Tapi persentasenya kecil," ujarnya.
Dia mengatakan bahwa LTJ memiliki nilai jual cenderung rendah, selama belum diolah ke produk jadi seperi bahan baku industrial, magnet, pelapis kendaraan tempur, cat berpendar sampai baterai nuklir. "LTJ memang tidak bisa dijual karena nilainya kurang menarik. Nah, kami perlu teknologi untuk (memproses menjadi produk) itu dari perusahaan asing yang mau transfer teknologi dan bangun pabrik di Indonesia," kata Abdullah.
Sebelumnya PT Timah dikabarkan telah berhasil mengekstraksi logam tanah jarang jenis monasit dari timah. Namun, mineral langka tersebut tidak bisa dijual atau diproses lebih lanjut, karena terkendala teknologi, pasar, tata kelola dan aturan pengusahaannya.
Direktur Utama Timah, Achmad Ardianto mengatakan pihaknya bersama Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) telah berhasil mengekstraksi monasit dari timah, kemudian diproses kembali menjadi monasit hidroksida. Melalui prosedur cracking, PT Timah telah menghasilkan 300 ton monasit hidroksida.
“Namun stok tersebut belum bisa dimanfaatkan lebih jauh karena terkendala aturan dan ketersediaan pasar. Sekarang ada 300 ton stok monasit hidroksida, siap untuk dikembangkan lebih jauh,” ujarnya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR, Senin (11/4).
Sebagai informasi, setiap 1 ton bijih timah mengandung 0,95 % monasit yang bisa digunakan sebagai lapisan pesawat tempur, satelit dan baterai listrik. Menurut catatan Badan Geologi pada 2019, Indonesia memiliki sumber daya logam tanah jarang jenis ini sebesar 23.500 ton.