Pemerintah berencana menerapkan kebijakan larangan ekspor tembaga pada pertengahan tahun ini. Melalui strategi ini, pemerintah mengincar nilai tambah ratusan hingga ribuan kali lipat melalui hilirisasi atau pengolahan tembaga di dalam negeri.
Menurut Kementerian ESDM, saat masih berupa bijih, tembaga hanya dihargai US$ 4,36 per ton. Harganya akan naik hingga sekira lebih dari 300 kali lipat menjadi US$ 1.365 per ton jika bijih itu diolah menjadi konsentrat.
Lebih dari itu, harga komoditas tembaga bakal bernilai lebih tinggi jika telah melewati fase pemurnian menjadi katoda tembaga dengan harga US$ 6.049 per ton atau 1.300 kali lipat dari harga jual tembaga saat masih berbentuk bijih. Sementara produk paling ujung adalah kabel tembaga dengan harga jual mencapai US$ 13.000 per ton.
Presiden Joko Widodo kembali memberi sinyal untuk memperluas cakupan hilirisasi mineral. Setelah menyetop ekspor nikel sejak Januari 2020 dan bauksit pada Juni 2023, pemerintah juga akan melarang ekspor tembaga pada pertengahan tahun ini.
"Kalah di WTO (soal nikel) kita tambah lagi stop ekspor bauksit. Nanti pertengahan tahun kita akan tambah lagi stop ekspor tembaga," kata Presiden Jokowi dalam acara HUT PDIP ke-50, Selasa (10/1).
Direktur Eksekutif Energy Watch, Daymas Arrangga, menyampaikan bahwa pengembangan ekosistem baterai dan kendaraan listrik secara paralel akan menambah permintaan pasokan transmisi listrik.
Kondisi itu secara otomatis berdampak pada menguatnya permintaan bahan baku komponen penunjang seperti kabel dan transmisi listrik secara signifikan, yang umumnya diproduksi dari tembaga.
"Ekosistem baterai gak mungkin berjalan sendiri, pasti butuh penunjang seperti transmisi dan perkabelan. Bahan baku untuk produksi barang penunjang itu juga harus ada," kata Daymas kepada Katadata.co.id Rabu (25/1).
Berdasarkan laporan BPS cadangan terbukti tembaga Indonesia menjadi 19,94 ton per akhir 2021. Angka ini turun dari 24,22 juta ton pada akhir 2017. Sementara produksi konsentrat tembaga pada tahun 2021 mencapai 3.337.023 metrik ton.
BPS mencatat ekspor bijih tembaga sepanjang 2022 mencapai 3,13 juta ton atau naik hingga 40,35% dari tahun sebelumnya 2,23 juta ton. Sementara nilai ekspor tembaga 2022 menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah Indonesia, yakni mencapai US$ 9,24 miliar atau setara Rp 138,43 triliun (asumsi kurs Rp 14.976 per dolar AS).
Adapun pembeli bijih tembaga RI mayoritas berasal dari negara Asia Timur yang menyumbang porsi hingga 2,09 juta ton atau 66,77% dari total ekspor bijih tembaga ke luar negeri sepanjang 2022.
Jepang menjadi negara eksportir terbesar komoditas bijih tembaga RI dengan total 761,28 ribu ton sejak Januari hingga Desember 2022. Adapun nilai transaksi yang tercatat mencapai US$ 2,28 miliar. Pembelian dengan volume terbesar terjadi pada bulan April sebesar 132,93 ribu ton.
Kemudian ada Cina yang menempati posisi kedua lewat total jumlah volume ekspor bijih tembaga sebanyak 597,36 ribu ton senilai US$ 1,77 miliar. Ekspor terbesar terjadi pada Agustus dengan volume pengiriman 109,97 ribu ton.
Posisi nomor tiga ada Korea Selatan lewat torehan ekspor 530,24 ribu ton bijih tembaga sepanjang 2022 senilai US$ 1,63 miliar. Tiga negara ini konsisten sebagai pelanggan tetap dan tak pernah absen sejak Januari sampai Desember 2022.
Selanjutnya ada India diurutan keempat dengan total volume ekspor 284 ribu ton senilai US$ 872 juta. Lebih lanjut ada Taiwan yang mengekspor bijih tembaga RI sejumlah 209,5 ribu ton dengan nilai traksaksi US$ 568 juta.