Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan lembaga pengelola pungutan ekspor batu bara, Mitra Instansi Pengelola (MIP), mulai beroperasi paling lambat pada semester I 2023.
Pelaksanaan instansi 'himpun salur' pungutan ekspor batu bara itu terus mundur seiring adanya isu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang belum final.
Menteri ESDM Arifin Tarsif menjelaskan, perbincangan mengenai wacana PPN timbul dari kegiatan 'himpun-salur' yang dianggap sebagai kegiatan transaksi yang masuk objek pajak.
"Kami berpendapat ini harus dibebaskan dari kewajiban PPN, karena PPN sudah dikenakan pada barang aslinya, yakni batu baranya," kata Arifin saat rapat kerja (Raker) dengan Komisi VII DPR pada Senin (20/3).
Arifin menyampaikan, pemerintah sedang menggodok petunjuk teknis terkait alur kerja MIP yang diatur di dalam Peraturan Menteri (Permen) dan Keputusan Menteri (Kepmen).
Selain menarik pungutan ekspor batu bara, MIP juga bertugas untuk menarik dana kompensasi dari perusahaan-perusahaan yang tidak memenuhi alokasi kewajiban pengiriman batu bara domestic market obligation atau DMO kepada pembangkit listrik PLN, serta industri semen dan pupuk.
"MIP masih diperlukan pembahasan lebih lanjut karena terkait dengan pengenaan PPN. Target pengelolaan dana kompensasi batu bara akan dapat dimulai semester I 2023," ujar Arifin.
Implementasi MIP batu bara kian dekat seiring langkah pemerintah yang telah menetapkan tiga bank pelat merah, yakni BRI, BNI, dan Bank Mandiri sebagai instansi yang mengelola dana pungutan ekspor batu bara dan kompensasi perusahaan yang tidak memenuhi alokasi DMO. Operasional penghimpunan dana tersebut akan menggunakan sistem E-DMO yang dikembangkan oleh Bank Mandiri.
"Penyalurannya itu kami minta Himbara karena mereka punya sistem yang Kementerian ESDM tidak miliki. Baik itu data, software maupun hardware-nya," kata Arifin.
Sebelumnya, pemerintah bersama pelaku usaha batu bara sepakat mengubah mekanisme pelaksanaan pungutan ekspor batu bara dari semula melalui lembaga berbentuk badan layanan umum (BLU) menjadi MIP.
Perubahan ini ditujukan untuk menghindari kewajiban alokasi pendanaan guna pemenuhan layanan dasar, seperti penyaluran derma kesehatan, pendidikan, dan pemberdayaan UMKM seperti diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengelolaan BLU.