SKK Migas menyatakan telah mengajukan dispensasi kepada Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) untuk pengembangan cekungan migas Warim yang berlokasi di Papua Timur, wilayah yang berbatasan dengan Papua Nugini.
Status cekungan Warim yang sebagian wilayahnya berada di kawasan Taman Nasional Lorentz atau hutan konservasi itu dinilai menjadi penghambat dari upaya monetisasi cekungan yang diklaim memiliki potensi sumber daya migas jumbo atau giant discovery tersebut.
Kepala Divisi Eksplorasi, Lingkungan Deputi Eksplorasi, Pengembangan dan Manajemen Wilayah Kerja SKK Migas Sunjaya Eka, menjelaskan bahwa cekungan Warim telah ada sebelum wilayah hutan Lorentz ditetapkan sebagai taman nasional.
Pemerintah mencatat potensi minyak 25.968 MMBO dan gas bumi 47,37 triliun kaki kubik (TCF) di Cekungan Warim. "Kami sudah kirim surat ke KLHK agar bisa diberikan dispensasi. Toh wilayahnya tidak semua, hanya ada dua area saja yang masuk ke wilayah Taman Nasional Lorentz," kata Eka di Kantor SKK Migas Jakarta pada Rabu (17/5).
Cekungan Warim merupakan satu diantara sepuluh wilayah yang potensial memiliki cadangan minyak dan gas bumi terbesar seperti halnya Blok Sakakemang di Sumatera Selatan yang ditemukan cadangan gas hingga 2 TCF.
Selain Warim dan Sakakemang, area potensial lainnya berlokasi di Sumatera Utara (Mesozoic Play), Sumatera Tengah (Basin Center), dan Sumatera Selatan (Fractured Basement Play).
Kemudian Offshore Tarakan, NE Java-Makassar Strait, Kutai Offshore, Buton Offshore, Northern Papua (Plio-Pleistocene & Miocene Sandtone Play) dan Bird Body Papua (Jurassic Sandstone Play).
Selain persoalan izin, Eka mengatakan tantangan lanjutan Cekungan Warim terletak pada lokasi zona merah lantaran berada di wilayah ketengangan baku tembak. Menurutnya, aspek tersebut merupakan poin penting yang harus diselesaikan untuk menggaet calon investor pengelola Cekungan Warim.
"Pengembangan Cekungan Warim akan kami fokuskan di area yang aman, ada beberapa daerah zona merah. Kami sudah berdiskusi dengan beberapa investor. Kami bilang, itu tidak usah," ujar Eka.
Sebelumnya, Blok Warim dikelola oleh ConocoPhillips. Namun pada 2015 perusahaan migas asal Amerika Serikat (AS) itu melepas sahamnya pada blok tersebut.
Vice President Commercial ConocoPhillips Indonesia ketika itu, Taufik Ahmad, menyampaikan bahwa perusahaan menjual Blok Warim lantaran adanya kendala atau hambatan logistik dan perizinan.