Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto menyampaikan bahwa Shell mematok harga US$ 1,4 miliar atau setara Rp 21 triliun kepada Pertamina terkait divestasi saham hak partisipasi sebesar 35% Blok Masela.
Djoko mengatakan, angka tersebut lebih tinggi dua kali lipat dari nilai investasi awal Shell untuk 35% hak partisipasi Blok Masela sejumlah US$ 700 juta. "US$ 700 juta itu harusnya angka maksimal yang ditawarkan ke Pertamina karena Shell juga gak rugi," kata Djoko dalam Energy Corner CNBC pada Selasa (30/5).
Narasi serupa juga pernah dikatakan oleh SKK Migas yang menyampaikan bahwa Pertamina perlu menyiapkan sekitar US$ 1,6 miliar untuk mengakuisisi 35% PI Shell di Blok Masela. Besaran itu menghitung pengeluaran Shell saat mengelola Blok Masela, yakni US$ 875 juta untuk hak partisipasi 35% dan US$ 700 juta untuk investasi.
Lebih lanjut, kata Djoko, Pertamina berpeluang untuk memperoleh 35% saham Blok Masela tanpa mengeluarkan uang. Hal tersebut dengan catatan apabila Pertamina mendapat penugasan dari pemerintah.
"Jadi kalau WK sudah dikembalikan ke pemerintah, pemerintah bisa menugaskan Pertamina tanpa membeli 35% yang kabarnya US$ 1,4 miliar," ujar Djoko.
Menteri ESDM Arifin Tasrif menegaskan bahwa pengembangan proyek Abadi LNG Blok Masela harus segera berjalan, atau ladang gas tersebut berpotensi kembali ke negara untuk dilelang ulang apabila proyek tersebut tak kunjung beroperasi hingga 2024.
Mekanisme tersebut tertulis di dalam rencana pengembangan atau Plan of Development (PoD) 2019 yang disepakati antara pemerintah dan Inpex serta Shell sebagai kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) Blok Masela. Kendati demikian, PoD juga dapat diperpanjang apabila operator belum mendapatkan Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG).
"Lima tahun kalau tidak dilaksanakan apa-apa, pemerintah akan tinjau kembali termasuk kemungkinan untuk kembali ke negara. Ini sudah masuk 2023, sudah empat tahun. Kami ingatkan saja," kata Arifin di kantor Kementerian ESDM pada Jumat (26/5).