Kementerian ESDM menyampaikan bahwa besaran penanaman modal Shell sebesar US$ 1,4 miliar atau setara Rp 21 triliun pada Proyek Abadi LNG Blok Masela bakal hangus apabila proyek ladang gas di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku tersebut tak kunjung berjalan hingga 2024.
Termin tersebut mengacu pada batas tempo berlakunya rencana pengembangan atau Plan of Development (PoD) yang disepakati antara pemerintah dan Inpex serta Shell sebagai kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) Blok Masela pada 2019.
Jumlah pendanaan tersebut berasal dari hitung-hitungan SKK Migas yang menyampaikan bahwa pengeluaran Shell di Blok Masela mencapai US$ 875 juta untuk hak partisipasi 35% dan US$ 700 juta untuk investasi.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas), Tutuka Ariadji, menjelaskan bahwa pemerintah mempunyai kuasa penuh atas keberlanjutan pengembangan Blok Masela meskipun PoD dapat diperpanjang apabila operator belum mendapatkan Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG).
“PoD bisa diperpanjang, bisa juga tidak. Kalau pemerintah tinjau PoD-nya lagi, iya bisa (hangus),” kata Tutuka di Kementerian ESDM pada Selasa (30/5).
Lebih lanjut, kata Tutuka, pemerintah punya opsi untuk melelang ulang Blok Masela jika sampai 2024 proyek ladang gas tersebut masih belum berjalan seiring alotnya negosiasi antara Pertamina dan Shell terkait divestasi saham hak partisipasi sebesar 35%.
Menurut Tutuka, opsi terminasi tersebut hanya akan menghapus porsi hak partisipasi Shell tanpa menghilangkan kepemilikan saham Inpex Corporation selaku operator sekaligus pemilik saham mayoritas 65% Blok Masela. “Pemerintah dengan Inpex kan baik, artinya tidak ada masalah,” ujar Tutuka.
Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif menegaskan bahwa pengembangan proyek Abadi LNG Blok Masela harus segera berjalan, atau ladang gas tersebut berpotensi kembali ke negara untuk dilelang ulang apabila proyek tersebut tak kunjung beroperasi hingga 2024.
"Lima tahun kalau tidak dilaksanakan apa-apa, pemerintah akan tinjau kembali termasuk kemungkinan untuk kembali ke negara. Ini sudah masuk 2023, sudah empat tahun. Kami ingatkan saja," kata Arifin di kantor Kementerian ESDM pada Jumat (26/5).
Arifin menyampaikan bahwa lambatnya pengelolaan lapangan yang menyimpan cadangan gas sebesar 4 triliun kaki kubik (TCF) berimbas pada kerugian negara saat ini. Menurutnya, upaya monetisasi gas di Blok Masela masih tersendat karena sikap Shell yang tak kunjung melepas 35% hak partisipasi mereka kepada Pertamina.
"Sekarang ini yang dirugikan Indonesia, pemerintah tidak mau hal ini terjadi. Inpex sudah ada kesungguhan, tapi Shell ini sudah mundur dan tidak bertanggung jawab," ujarnya.
Potensi pengembangan Blok Masela kian terbuka seiring hasil eksplorasi Inpex Corporation yang telah menemukan 10 sumur potensial. Menurut Arifin, pemerintah telah memberikan kemudahan pengembangan Blok Masela untuk Inpex dan Shell melalui revisi PoD.
"Tiba-tiba Shell keluar pada 2020, sehingga sampai sekarang belum ada perkembangan. Harusnya kalau mau mundur sebelum PoD saja," kata Arifin.