Empat perusahaan tersebut yaitu PT Indonesia Chemical Alumina, PT Bintan Alumina Indonesia, PT Well Harvest Winning Alumina Refinery Line-1, dan PT Well Harvest Winning Alumina Refinery Line-2.

Sementara tujuh proyek smelter yang masih berupa tanah lapang adalah milik PT Quality Sukses Sejahtera, PT Dinamika Sejahtera Mandiri, PT Parenggean Makmur Sejahtera, PT Persada Pratama Cemerlang, PT Sumber Bumi Marau, PT Laman Mining, dan PT Kalbar Bumi Perkasa.

Pembangunan smelter Kalbar Bumi Perkasa terhenti karena investor menghentikan pendanaan setelah izin usaha pertambangan perusahaan dicabut oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

"Walau hasil verifikasi melaporkan kemajuan pembangunan antara 30% sampai 66%, namun berdasarkan peninjauan di lapangan terdapat perbedaan yang sangat signifikan. Masih berupa tanah lapang," kata Arifin dalam rapat kerja (Raker) dengan Komisi VII DPR pada Rabu (24/5).

Arifin menjelaskan, terdapat pengurangan ekspor bauksit sampai 8 juta ton pada 2023 senilai US$ 288,5 juta atau sekira Rp 4,26 triliun. Angka tersebut naik menjadi 13,8 juta ton atau setara nilai ekspor US$ 494,6 juta. Selain itu, larangan ekspor bauksit juga berpotensi menurunkan penerimaan negara dari royalti sebesar US$ 49,6 juta.

Kendati demikian, ujar Arifin, saat pelarangan ekspor diberlakukan, terdapat nilai tambah bijih bauksit sebesar US$ 1,9 miliar dari fasilitas pemurnian yang telah beroperasi. "Sehingga pemerintah masih mendapatkan manfaat bersih sebesar US$ 1,5 miliar dan lapangan pekerjaan untuk 7.627 orang," ujar Arifin.

Halaman:
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu