Kemenperin Kaji Bentuk Kawasan Industri Khusus Bioetanol

KATADATA | Arief Kamaludin
Ilustrasi kawasan industri. Kemenperin sedang mengkaji pembentukan kawasan industri khusus bioetanol.
20/6/2023, 20.39 WIB

Kementerian Perindustrian atau Kemenperin segera menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membentuk ekosistem pengadaan bioetanol sebagai campuran bahan bakar nabati.

Kemenperin berencana menciptakan kawasan industri khusus di dekat lokasi sumber daya untuk pengadaan bioetanol. Bioetanol yang diproduksi berasal dari etanol hasil olahan molasses yang merupakan produk sampingan dari produksi gula.

Direktur Jenderal Ketahanan Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII), Eko Cahyanto, mengatakan kawasan industri berbasis sumber daya alam harus berdekatan dengan lokasi bahan baku.

"Kalau memproses tebu kan tidak boleh jauh-jauh nanti kualitasnya akan turun. Posisinya untuk bisa mendekati lokasi bahan bakunya," kata Eko di Gedung Nusantara I DPR Jakarta pada Selasa (20/6).

Presiden Jokowi berupaya untuk menebalkan cadangan pasokan bioetanol di dalam negeri guna mendukung langkah Pertamina untuk merilis BBM campuran Pertamax beroktan 92 dengan bahan bakar nabati bioetanol dalam waktu dekat.

Dukungan tersebut diwujudkan dalam pengesahan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Nabati atau Biofuel yang ditetapkan pada 16 Juni 2023.

Untuk mempercepat swasembada gula nasional dan penyediaan bioetanol sebagai biofuel, kepala negara menetapkan sejumlah peta jalan strategi, seperti peningkatan produktivitas tebu sebesar 93 ton per hektare melalui perbaikan praktik agrikultur berupa pembibitan, penanaman, pemeliharaan tanaman, dan tebang muat angkut.

Perpres tersebut juga mengamanatkan penambahan areal lahan baru perkebunan tebu seluas 700.000 hektar yang bersumber dari lahan perkebunan, lahan tebu ralgrat, dan lahan kawasan hutan.

Peta jalan tersebut itu meliputi rencana jangka panjang pemerintah untuk meningkatkan produksi bioetanol yang berasal dari tanaman tebu paling sedikit sebesar 1,2 juta kiloliter (Kl) paling lambat pada 2030.

Perpres itu juga memberikan amanat khusus bagi Kemenperin untuk melaksanakan percepatan swasembada gula nasional dan penyediaan bioetanol sebagai bahan bakar nabati.

Kemenperin diminta aktif untuk memberikan dukungan dalam rangka peningkatan produktivitas pabrik gula dan peningkatan produksi bioetanol untuk kebutuhan bahan bakar nabati. Instruksi tersebut diturunkan dalam sejumlah arahan seperti menetapkan dan menyempurnakan kebijakan terkait fasilitas untuk memperoleh bahan baku bioetanol.

Amanat yang tertulis pada Pasal 11 Perpres tersebut meminta Kememperin untuk membangun pabrk gula baru, meningkatkan kapasitas atau utilisasi pabrik gula, revitaslisasi pabrik gula dan perluasan lahan perkebunan tebu.

Eko menjelaskan, skema kawasan industri nasional cendrung menetapkan skema tematik. Artinya, tiap kawasan industri beranggotakan perusahaan dengan hasil keluaran yang serupa. Contohnya kawasan industri di wilayah Indonesia Timur cenderung berorientasi pada pengolahan barang tambang mineral seperti nikel, timah dan silika.

Sementara, kawasan industri di bagian barat seperti kawasan Sumatera cenderung mengembangkan potensi sumber daya berbasis pertanian minyak sawit dan batu bara. "Misal di Lampung itu berbasis pertanian. Kawasan industri untuk komoditas sumber daya alam tentunya harus berdekatan dengan letak sumber daya alamnya," ujar Eko.

Sebelumnya, Kementerian ESDM mencatat kemampuan produksi bioetanol domestik untuk bahan bakar kendaraan atau fuel grade dari tiga produsen berkapasitas 40.000 KL. Produksi tersebut berasal dari dua pabrik di wilayah Jawa Timur, yakni 30.000 KL dari PT Energi Agro Nusantara (Enero) di Kabupaten Mojokerto dan 10.000 KL dari PT Molindo Raya Industrial di Kabupaten Malang.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Dadan Kusdiana, mengatakan implementasi uji coba komersial BBM campuran Pertamax beroktan 92 dengan bioetanol akan terlaksana pada awal Juli 2023.

Adapun lokasi sebaran distribusi bakal berada di sekitar Kota Surabaya dan Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Pemilihan Kota Pahlawan dilatarbelakangi oleh lokasinya yang dekat dengan produsen bahan baku bioetanol di Kabupaten Mojokerto dan Malang. Sifat bioetanol yang cepat busuk karena terbuat dari material tumbuh-tumbuhan mewajibkan penyalurannya harus dekat dan terjangkau dari lokasi pabrik. 

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu