Cadangan Melimpah, Badan Geologi Usulkan IUP Logam Tanah Jarang

ANTARA FOTO/Umarul Faruq/rwa.
Ilustrasi logam tanah jarang
Editor: Lavinda
7/8/2023, 20.51 WIB

Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan mengusulkan konsesi wilayah izin usaha pertambangan atau WIUP mineral logam tanah jarang di Mamuju, Sulawesi Barat.

Pengajuan WIUP bertujuan untuk melancarkan proses ekplorasi awal dan eksplorasi rinci potensi logam tanah jarang di daerah tersebut.

Proposal itu berawal dari temuan cadangan logam tanah jarang yang signifikan oleh Badan Geologi dari kegiatan eksplorasi pada 2022 lalu.

Ekplorasi tersebut dilakukan dalam dua tahap. Eksplorasi awal meliputi pemetaan, georadar dan geomagnet, sumur uji, hingga pengeboran. Eksplorasi tahap dua adalah eksplorasi detail melalui pengeboran yang lebih rapat dan uji ekstraksi, meliputi karakterisasi, konsentrasi, dan ekstraksi.

Eksplorasi tersebut menghasilkan kadar total logam tanah jarang tertinggi di Mamuju sebesar 4.571 parts per million (ppm). Logam tanah jarang biasanya ditemukan dalam mineral fosfat monasit dan senotim.

Kepala Pusat Sumber Daya Mineral, Batu Bara dan Panas Bumi Hariyanto mengatakan sejauh ini belum ada satupun WIUP untuk pengembangan logam tanah jarang.

"Kami akan coba usulkan yang potensinya sudah signifikan itu adalah di Mamuju, logam tanah jarang di daerah sulawesi tersebut," kata Hariyanto saat menjadi pembicara di Mining Zone CNBC pada Senin (7/8).

Badan Geologi juga mengeksplorasi logam tanah jarang di brine water lumpur lapindo Sidoarjo, Jawa Timur. Hasilnya, ditemukab potensi lithium sebesar 86-92 ppm, potensi Stronsium sebesar 394-451 ppm, dan logam tanah jarang maksimal 111 ppm.

Dalam kegiatan itu, Badan Geologi melakukan kajian bersama Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (TekMIRA).

"Hal yang kami temukan dan berpotensi untuk diusahakan pengembangannya adalah di Sulawesi, yaitu di daerah Mamuju," ujar Hariyanto.

Pemanfaatan logam tanah jarang secara umum akan dikelola oleh dua kementerian, yakni Kementerian ESDM yang mengatur sektor hulu dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang mengelola sektor hilir.

Kementerian ESDM memiliki tupoksi untuk melakukan ekstraksi timah menjadi monasit untuk selanjutnya dijadikan logam.

Sementara Kemenperin memiliki fungsi untuk mengubah logam tersebut menjadi barang yang memiliki nilai jual tinggi seperti magnet atau bahan baku lapisan kendaraan militer dan penerbangan.

Logam tanah jarang monasit juga bisa digunakan sebagai bahan baku pembuat turbin angin yang menghasilkan energi hijau.

Mayoritas cadangan logam tanah jarang di Indonesia tersimpan di Pulau Bangka Belitung dengan besaran monasit 186.663 ton dan senotim 20.734 ton. Logam tanah jarang juga ditemukan Sumatera Utara sebanyak 19.917 ton, Kalimantan Barat 219 ton, dan Sulawesi Tengah 443 ton.

Sementara negara tetangga seperti Vietnam mempunya cadangan sebesar 22 juta ton. Cina memiliki cadangan terbesar mencapai 44 juta ton, lalu Brazil 21 juta ton, India 6,9 juta ton, dan Amerika 1,5 juta ton.

Guna mempercepat proyek tersebut, Kementerian ESDM juga menjalin kerja sama dengan sejumlah perusahaan luar negeri penyedia teknologi pengolahan logam tanah jarang.

Selain itu, pemerintah melalui PT Timah juga tengah menjalin kerja sama dengan perusahaan teknologi dari Kanada untuk mengembangkan teknologi pengolahan logam tanah jarang monasit dengan kapasitas pengolahan 1.000 ton per tahun.

Di sisi lain, PT Timah bersama Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) sejak tahun 2010 telah melakukan sejumlah penelitian untuk melakukan pengolahan monasit menjadi konsentrat monasit Karbonat, monasit hidroksida, dan monasit oksida.

Melalui prosedur cracking, PT Timah dan Batan telah menghasilkan 300 ton monasit hidroksida hingga Maret 2022. Namun mineral monasit hidroksida itu belum bisa dimanfaatkan karena terkendala aturan dan ketersediaan pasar.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu