Konflik antara Israel dan kelompok militer Hamas di Palestina memicu lonjakan harga minyak dunia. Harga minyak yang sempat turun mendekati US$ 80 per barel sebelum konflik dimulai, berbalik arah menuju US$ 90 per barel.
Head of Commodity Saxo Bank yang berbasis di Denmark, Ole Hansen, mengatakan konflik ini sejatinya tidak berdampak pada pasokan minyak dunia. Adapun lonjakan harga terjadi karena pasar memperhitungan premi risiko dari konflik yang berlangsung di Palestina.
“Para pedagang kembali menambahkan premi risiko geopolitik dalam harga minyak menyusul koreksi harga yang dalampekan lalu yang mendorong likuidasi jangka panjang dalam jumlah besar, terutama pada Brent,” ujarnya dikutip dari Oilprice.com, Selasa (10/10).
Namun Director Mining and Energy Commodity Research Commonwealth Bank Australia Vivek Dhar mengatakan konflik bersenjata di Palestina berpotensi mengerek harga minyak lebih tinggi pada akhir tahun ini.
Hal ini lantaran ada dugaan keterlibatan Iran dalam serangan yang dilancarkan Hamas terhadap Israel, walaupun Amerika Serikat menyatakan belum ada informasi atau bukti yang menunjukkan hal tersebut.
“Jika AS menemukan bukti yang secara langsung menunjukkan keterlibatan Iran, maka pengurangan ekspor minyak Iran akan menjadi kenyataan,” ujarnya seperti dikutip Reuters. Adapun pengurangan tersebut akan berasal dari sanksi AS kepada Iran, seperti yang pernah dijatuhkan sebelumnya.
“Kami tetap percaya bahwa minyak Brent pada akhirnya akan stabil di kisaran US$ 90-100 per barel pada kuartal IV 2023,” ujarnya . “Konfilk Palestina-Israel meningkatkan risiko harga Brent berjangka di US$ 100 per barel atau lebih”.
Namun masih ada sinyal positif untuk pasokan minyak setelah AS dan Venezuela mencapai kemajuan dalam perundingan yang akan meringankan sanksi terhadap negara Amerika Selatan itu dengan mengizinkan setidaknya satu perusahaan minyak asing tambahan untuk memproduksi minyak mentah Venezuela dalam kondisi tertentu.