Harga Batu Bara Terjun Bebas ke US$ 126,50, APBI: Karena Overrsupply

ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/foc.
Kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (27/7/2023).
Penulis: Mela Syaharani
2/11/2023, 13.43 WIB

Harga batu bara terus merosot. Kini harga mineral hitam ini berada pada level terendahnya dalam lebih dari dua tahun seiring menurunnya permintaan di tengah produksi yang tinggi.

Batu bara di ICE Newcastle Australia, yang merupakan salah satu harga acuan dunia, diperdagangkan di level US$ 126,50 per ton untuk pengiriman Desember. Sepanjang tahun ini, harga batu bara telah merosot lebih dari 54% dari kisaran US$ 279 per ton.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia membenarkan adanya penurunan harga batu bara. “Iya tren harga sedang turun akibat kondisi oversupply,” kata Hendra kepada Katadata.co.id pada Kamis (2/11).

Menurut Hendra, oversupply ini disebabkan oleh turunnya permintaan sementara produksi cukup tinggi. Sampai kuartal III 2023, produksi batu bara naik 7% dibandingkan periode yang sama 2022. Meski begitu dia optimistis harga akan membaik di sisa tahun ini. “Karena mendekati musim dingin biasanya permintaan meningkat,” ujarnya.

Turunnya permintaan batu bara secara global salah satunya dipengaruhi oleh harga gas alam yang lebih rendah di Eropa. Negara-negara Eropa dilaporkan telah memiliki persediaan gas alam yang mencukupi untuk musim dingin sehingga membatasi permintaan.

Sementara itu musim dingin yang diperkirakan baru akan memasuki puncaknya pada akhir November hingga awal Desember juga membatasi permintaan gas alam di Benua Biru.

Sementara itu Cina, negara produsen batu bara terbesar dunia dan konsumen batu bara terbesar kedua di dunia, mencatatkan rekor produksi. Di tengah tingginya produksi perusahaan utilitas di negara tersebut juga masih melakukan impor sebagai persiapan untuk menghadapi musim dingin.

Bank Dunia dalam laporan Commodity Market Outlook 2023 mengatakan bahwa harga batu bara terus merosot imbas pasokan yang terus meningkat di tengah tren transisi energi ke sumber energi bersih untuk pembangkitan listrik.

“Harga batu bara diperkirakan akan terus berada dalam tren penurunan seiring dengan peningkatan pasokan dan melemahnya permintaan karena konsumsi batu bara terus digantikan oleh pembangkit listrik dan industri,” tulis laporan Bank Dunia.

Bank Dunia perkirakan harga batu bara turun 49% tahun ini, kemudian terus turun 26% pada 2024, dan turun 15% pada 2025, dengan asumsi konflik di Timur Tengah antara Israel dan Hamas di Palestina tidak meningkat dan menyebar ke wilayah lainnya.

Perkiraan tersebut juga mengasumsikan bahwa pertumbuhan konsumsi saat ini akan melambat pada 2024 dan 2025, dengan peningkatan yang lebih kecil di Cina dan India dan penurunan yang lebih besar di Amerika Serikat dan Uni Eropa.

“Konsumsi global akan mencapai titik tertinggi pada 2024 dan 2025, sama dengan tingkat tertinggi yang terjadi pada 2022. Konsumsi terus berpindah dari negara-negara OECD ke Asia, dengan Cina dan India diperkirakan menyumbang 70% konsumsi pada akhir 2023,” tulis Bank Dunia.

Reporter: Mela Syaharani