Pertamina jalin kerja sama dengan Korea National Oil Corporation (KNOC) untuk mengembangkan Rig-to-CCS (carbon capture storage). Rig-to-CCS merupakan teknologi untuk memanfaatkan anjungan lepas pantai (offshore platform) migas yang sudah tidak dimanfaatkan lagi menjadi fasilitas CCS.
Kerja sama ini terjalin melalui penandatanganan Joint Study Agreement oleh Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dan President & CEO KNOC, Mr. Dong Sub Kim di Seoul, Korea Selatan, pada Rabu (10/1).
Nicke mengatakan kerja sama pengembangan Rig-to-CCS adalah wujud komitmen Pertamina mengurangi emisi serta mendukung target pemerintah mencapai Net Zero Emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat.
“Selain untuk memperkaya kajian CCS, kerja sama ini juga membantu penyelesaian masalah Indonesia pada Abandonment and Site Restoration (ASR) anjungan lepas pantai," kata Nicke dalam siaran pers yang dikutip pada Rabu (10/1).
Nicke menjelaskan bahwa ASR merupakan tantangan ditengah banyaknya jumlah anjungan migas lepas pantai yang tidak digunakan setelah puluhan tahun digunakan dan produksi migas berakhir.
“Biaya ASR atau decommissioning secara konvensional sangat mahal sehingga dibutuhkan solusi alternatif ASR terutama pemanfaatan ulang agar pelaksanaan ASR anjungan lepas pantai tersebut dapat dilaksanakan secara bertahap dan efisien,” ujar Nicke.
Senior Vice President Research and Technology Innovation Pertamina Oki Muraza menyebut, kerja sama dengan KNOC juga dapat diperluas kepada pengembangan teknologi di bisnis rendah karbon (low carbon business) lainnya.
“Kerja sama bisa diperluas untuk pengembangan Rig-to-Wind Farm, Rig-to-Fish-Farm (budidaya perikanan lepas pantai), dan juga Rig-to-LNG-Terminal, untuk membawa gas bumi ke lokasi yang belum terjangkau fasilitas energi,” ucap Oki.
Vice President Corporate Communication PT Pertamina Fadjar Djoko Santoso mengatakan Indonesia memiliki potensi kapasitas penyimpanan CO2 cukup besar sehingga bisa menempatkan Indonesia pada garis depan era industri hijau.
“Indonesia merupakan pelopor di ASEAN dalam penerapan regulasi CCS dan berperingkat pertama di Asia menurut Global CCS Institute. Pengembangan CCS memerlukan investasi besar sehingga diperlukan kerja sama global,” ujar Fadjar.