Harga minyak turun hingga 1,7% pada Rabu (17/1) dipengaruhi oleh pemulihan ekonomi Cina yang mengecewakan dengan pertumbuhan ekonomi yang meleset dari ekspektasi. Hal ini meningkatkan kekhawatiran mengenai permintaan di masa depan di negara pengimpor utama minyak dunia itu.
Minyak Brent turun US$ 1,19 atau 1,5% menjadi US$ 77,10 per barel, sedangkan minyak West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat (AS) turun US$ 1,21 atau 1,7% menjadi US$ 71,19 per barel.
Konflik laut dan udara yang sedang berlangsung di Laut Merah dinilai belum cukup untuk mendorong harga minyak, meskipun ada kekhawatiran yang meningkat mengenai kapal tanker yang harus berhenti sejenak atau mengubah rute sehingga meningkatkan biaya dan memperlambat pengiriman.
Ekonomi Cina pada kuartal keempat tumbuh sebesar 5,2% secara tahunan atau year on year (YoY), meleset dari ekspektasi analis dan mempertanyakan perkiraan yang menyatakan bahwa Cina akan mendorong pertumbuhan permintaan minyak global tahun ini.
“Data ekonomi tidak mengakhiri hambatan terhadap permintaan minyak mentah, prospek Cina untuk tahun 2024 dan 2025 masih suram,” kata Priyanka Sachdeva, analis pasar senior di Phillip Nova seperti dikutip dari Reuters.
“Industri minyak mendukung gagasan bahwa meskipun terjadi pemulihan yang sulit, permintaan minyak dari Tiongkok tetap kuat dan kemungkinan akan mencapai rekor tertinggi pada tahun 2024,” ujarnya menambahkan.
Namun, produksi kilang minyak Cina pada 2023 naik 9,3% ke rekor tertinggi, menunjukkan peningkatan permintaan meskipun tidak sesuai dengan ekspektasi beberapa analis. Tanda-tanda lain dari stabilnya permintaan Cina juga telah terlihat.
Selain itu, dolar AS melayang mendekati level tertinggi satu bulan pada Rabu (17/1), setelah komentar dari pejabat Federal Reserve AS menurunkan ekspektasi penurunan suku bunga secara agresif. Penguatan dolar mengurangi permintaan minyak dalam mata uang dolar dari pembeli yang menggunakan mata uang lain.
“Suku bunga yang lebih tinggi dapat menyebabkan melemahnya prospek permintaan minyak karena aktivitas ekonomi cenderung melambat di lingkungan suku bunga tinggi, sehingga membuat harga minyak rentan,” kata Sachdeva.
Di Laut Merah, ketegangan masih tetap tinggi ketika AS pada Selasa melancarkan serangan baru terhadap militan Houthi yang bersekutu dengan Iran di Yaman setelah sebuah rudal Houthi menghantam kapal Yunani.
“Meskipun tolok ukur minyak mungkin tidak mencerminkan serangan di Laut Merah, harga realisasi minyak dan produk minyak bagi konsumen telah meningkat karena adanya gangguan terhadap arus perdagangan melalui Laut Merah dan Terusan Suez,” kata ahli strategi komoditas pertambangan dan energi Commonwealth Bank of Australia, Vivek Dhar.