Volume Ekspor Batu Bara Turun 3,06% pada Juni, BPS Ungkap Penyebabnya
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan volume ekspor batu bara RI mencapai 32,66 juta ton pada Juni 2024. Angka ini turun 3,06% dibandingkan capaian Mei yang sebesar 33,69 juta ton.
Sementara untuk nilai ekspor batu bara RI sebesar US$ 2,49 miliar pada Juni 2024. Nilai ini turun 0,36% secara bulanan dibandingkan capaian Mei 2024 sebesar US$ 2,5 miliar.
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, kinerja ekspor batu bara yang menurun ini disebabkan oleh berkurangnya penggunaan batu bara di beberapa negara sebagai sumber energi.
“Kita tahu bahwa negara-negara di bagian utara, Cina dan lain-lain sudah memasuki musim panas. Sehingga permintaan terhadap batu bara biasanya selama musim panas itu relatif lebih turun, nanti biasanya naik lagi pada saat memasuki musim dingin,” kaya Amalia dalam konferensi pers, dikutip Selasa (16/7).
Berdasarkan data BPS, secara tahunan volume ekspor batu bara meningkat sebanyak 14,2%. Pada Juni 2023 jumlahnya hanya mencapai 28,6 juta ton. Kendati demikian, secara tahunan nilai ekspor batu bara menurun 6,68% dari Juni 2023 yang mencapai US$ 2,67 miliar.
“Batu bara menurun secara bulanan disebabkan oleh penurunan volume dan harga. Sedangkan secara tahunan penurunan lebih disebabkan oleh penurunan harga,” ujarnya.
Sebelumnya, Bank Dunia memperkirakan tren koreksi harga batu bara akan berlanjut hingga 2025. Harga diprediksi turun 28% tahun ini dan 12% pada tahun berikutnya.
Harga batu bara sempat naik tipis pada Mei lalu setelah turun 8% pada kuartal pertama 2024. “Risiko penurunan harga didasari oleh kecukupan pasokan dan pertumbuhan permintaan global yang lebih lemah dari perkiraan,” kata Ekonom Energi Senior Bank Dunia Paolo Agnolucci dalam laporannya, dikutip Senin (24/6).
Selain kecukupan pasokan, penurunan harga juga didukung oleh penetrasi listrik terbarukan yang terus meningkat secara bertahap. Meski begitu, harga batu bara ini masih jauh lebih tinggi jika dibandingkan rata-rata 2015 sampai 2019.
“Penurunan harga yang tajam telah terjadi pada 2024, dibandingkan dengan rata-rata 2023, dengan penurunan lebih lanjut yang diantisipasi pada tahun 2025 seiring dengan meningkatnya permintaan listrik,” kata Agnolucci.