Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) 2025 target lifting minyak bumi ditetapkan sebanyak 600 ribu barel per hari (bph).
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa dia berkomitmen untuk mencapai target tersebut. Dia menyebut diperlukan beberapa strategi untuk memastikan target lifting minyak 2025 dapat tercapai.
“Pertama, kami akan mendorong reaktivasi sumur lapangan minyak idle dengan SKK Migas dan kontraktor kontrak kerja sama atau KKKS termasuk Pertamina,” kata Bahlil dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR RI pada Selasa (27/8).
Strategi kedua yang akan dilakukan bahlil yakni mendorong intervensi teknologi. Sementara yang ketiga, mendorong proyek minyak baru untuk segera berproduksi.
“Jadi nanti yang barangnya sudah ada, sudah selesai eksplorasi, kami akan bicara bersama-sama dengan KKKS dan SKK Migas untuk melakukan percepatan. Jangan barang sudah ada, di endap-endap saja, tunggu harga naik baru diproduksi,” ujarnya.
Keempat, Kementerian ESDM akan mengawal dan mendukung KKKS yang memiliki volume produksi minyak dalam jumlah besar untuk mampu meningkatkan produksinya. Seperti Pertamina Hulu Rokan, Exxon Mobil, Pertamina EP, Pertamina Hulu Energi, dan Medco.
Kelima, mendukung keekonomian KKKS untuk mengebor secara optimal. Diantaranya melalui implementasi Permen ESDM No. 13 tahun 2024 terkait dengan skema gross split baru dan fleksibilitas perubahan gross split menjadi cost recovery.
Keenam, Bahlil akan mendukung perizinan dengan mendorong penyelesaian analisis dampak lingkungan (amdal) di beberapa lapangan minyak. Bahlil akan mencoba menjalin komunikasi antara Kementerian ESDM, Kementerian Investasi, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Kami akan mencoba bicarakan ini agar KKKS ini jangan sampai menunggu. Karena kadang-kadang amdal ini lambat, bukan lambat dari pengusahanya, lambatnya dari pemerintah juga. Ini buat Amdal saja lama, jadi bagaimana pengusaha mau ngebor minyak kalau barangnya lama,” ucapnya.
Menurutnya, percepatan proses amdal dapat dilakukan melalui sinergitas antar kementerian untuk melihat mana proyek yang bisa menjadi prioritas guna meningkatkan lifting minyak Indonesia.
Ketujuh, pemberian izin pinjam pakai kawasan hutan atau IPPKH dari beberapa lapangan minyak. Bahlil menyebut, pemberian IPPKH ini memang termasuk dalam hal yang dikeluhkan KKKS.
Untuk itu, Bahlil menyebut pihaknya saat ini sedang mencari terobosan, dengan menjadikan proyek-proyek minyak potensial menjadi prioritas. Hal ini dalam rangka memenuhi kebutuhan negara dan mengurangi impor.
“Jadi, yang sudah ada lapangan-lapangannya, ini yang kami akan dorong untuk pemerintah mendampingi KKKS-nya untuk melakukan proses perizinan. Jadi tidak bisa dilepas pengusahanya, kasihan mereka agak mengalami kesulitan dalam mengkomunikasikan percepatan di internal birokrasi,” kata dia.