Alarm Krisis Industri Baja Cina, ESDM: Hilirisasi Nikel Indonesia Akan Terimbas

ANTARA FOTO/Jojon.
Foto udara kepulan asap dari pembakaran nikel di Kecamatan Morosi, Konawe, Sulawesi Tenggara, Kamis (25/7/2024).
Penulis: Mela Syaharani
Editor: Sorta Tobing
27/9/2024, 17.57 WIB

Cina tengah mengalami krisis industri baja. Hampir tiga perempat produsen baja di sana merugi pada semester pertama 2024. Kondisi ini, melansir laporan Bloomberg Inteliigence, dapat mengarah ke gelombang kebangkrutan. 

Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Julian Ambassadur Shiddiq mengatakan krisis tersebut dapat berdampak besar pada industri nikel di Indonesia. 

"Jika industri baja Cina melemah atau gagal, permintaan nikel dari Indonesia dapat turun dan menyebabkan kelebihan pasokan," ujarnya kepada Katadata.co.id, Jumat (27/9).

Apabila hal itu terjadi, harga nikel global akan turun dan berimbas negatif ke proyek hilirisasi domestik. "Neraca perdagangan kita juga akan terdampak," kata Julian.

Sebanyak 84,75% produk hilirisasi nikel Tanah Air diekspor ke Tiongkok. Barang tambang ini menjadi bahan baku utama produk baja antikarat atau stainless steel. Cina banyak memproduksi produk tersebut dan sebagian besar nikelnya berasal dari Indonesia. 

Penggunaan nikel dalam produk stainless steel karena sifatnya yang tahan korosi. Pengolahannya dapat menghasilkan produk konstruksi, otomotif, peralatan rumah tangga, dan manufaktur. 

Pemerintah sedang mencari strategi agar produk hilirisasi nikel tidak hanya menjadi bahan baku stainless steel. "Sektor baterai kendaraan listrik (EV) adalah game changer yang bisa menggeser arah pasar,” ujarnya.

Strategi mitigasi tengah pemerintah siapkan melalui pengembangan pasar-pasar hilir baru. Langkah ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada pasar baja Cina. 

"Pemerintah akan fokus pada pengembangan industri pendukung sel baterai, seperti anoda, elektrolit, separator dan lain-lain,” ucap Julian.

Reporter: Mela Syaharani