Ekspor Merosot, Mendag Tuding Biang Keladinya Wabah Corona Tiongkok

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Sejumlah truk membawa muatan peti kemas di Terminal 3 Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/2). Ekspor Indonesia sepanjang Januari 2020 mencapai US$ 13,41 miliar, turun 7,16% dibandingkan Desember 2019, salah satunya karena lesunya perdagangan dengan Tiongkok akibat corona.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Ekarina
18/2/2020, 06.59 WIB

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ekspor Indonesia sepanjang Januari 2020 mencapai US$ 13,41 miliar, turun 7,16% dibandingkan Desember 2019. Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan ekspor Januari lebih rendah disebabkan dampak wabah virus corona (COVID-19) di Tiongkok.

Meski begitu, ia mengatakan kinerja neraca dagang pada Januari 2020 yang defisit US$ 864 juta lebih baik dibandingkan defisit pada Januari 2019 sebesar US$ 1,06 miliar.

"Ekpor kita ada perlambatan. Tiongkok ini sangat berpengaruh sekali terhadap neraca dagang kita," kata dia di Kantor Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (17/2).

(Baca: Mentan Sebut Ekspor Sawit Bulan Ini Anjlok Karena Virus Corona)

Namun demikian, pemerintah akan terus memantau perkembangan kondisi tersebut dan akan segera menyiapkan langkah dan kebijakan dalam sebulan ke depan guna memperbaiki defisit neraca dagang. 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga mengungkapkan hal senada. Pemerintah terus berupaya untuk memperbaiki neraca dagang dan merumuskan kebijakan jangka menengah. 

"Sehingga targetnya surplus dalam 3 tahun," ujar dia.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Indonesia Shinta Kamdani juga berpandangan, defisit perdagangan Indonesia dapat ditutupi dengan produktifitas ekspor di sektor manufaktur atau industri pengolahan.

(Baca: BPS: Virus Corona Sebabkan Ekspor dan Impor Indonesia-Tiongkok Turun)

"Ekspor perlu yang lebih signifikan dibanding perbaikan demand kondisi pasar global yang sifatnya sementara, fluktuatif dan lambat," ujar dia kepada katadata.co.id.

Dia juga menjelaskan, dua cara meningkatkan ekspor indyustri pengolahan, yaitu melalui peningkatan produktifitas dan efisiensi produksi pada produk ekspor. Kedua, dengan peningkatan diversifikasi output ekspor sehingga Indonesia mengekspor dengan produk yang lebih banyak.

Namun, kedua cara tersebut memerlukan stimulus domestik yang kuat dan konsisten, dari sisi kebijakan, birokrasi, dan teknis pelaksanaan perdagangan dan investasi.

Jika stimulus tersebut tidak didorong dengan kuat, peningkatan kinerja ekspor non migas, khususnya di industri pengolahan, tidak akan terjadi.

"Atau peningkatan ekspor non migas akan amat sangat lama untuk bisa menutupi defisit migas," katanya.

(Baca: Ekspor & Impor Makin Lesu, Neraca Dagang Januari Defisit US$ 864 Juta)

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan pada Januari defisit sebesar US$ 864 juta. Angka tersebut membaik dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$ 1,16 miliar.

Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, impor pada Januari mencapai US$ 14,28 miliar, sedangkan ekspor hanya mencapai US$ 13,41 miliar. Realisasi ekspor migas dan non migas mengalami penurunan.

Ekspor migas Januari 2020 tercatat US$ 81 juta atau turun 34,73% secara tahunan, sedangkan ekspor non migas mencapai USS$ 12,61 miliar atau turun 0,69% dibandingkan Januari 2019.

Hal tersebut tercermin dari ekspor nonmigas ke Tiongkok pada Januari lalu yang mengalami penurunan sebesar US$ 211,9 juta. Sedangkan, impor nonmigas dari Tiongkok juga turun sebesar US$ 125,2 juta.

Dengan begitu, defisit neraca dagang RI dengan Tiongkok pada Januari 2020 menjadi US$ 1,84 miliar. Namun, defisit tersebut membaik dari posisi defisit Januari 2019 sebesar US$ 2,4 miliar. Adapun perdagangan Indonesia-Tiongkok, digambarkan lebih lanjut dalam databoks berikut. 

Reporter: Rizky Alika