Bahas Sengketa Sawit & Nikel, RI Akan Hadapi Eropa Januari 2020

ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
Pekerja memasukkan Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit ke dalam truk di salah satu tempat penampungan di Desa Seumantok, Kecamatan Pante Ceureumen, Aceh Barat, Sabtu (7/12/2019). Pemerintah siap bertemu Eropa terkait kasus diskriminasi sawit pada Januari 2020.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Ekarina
17/12/2019, 16.43 WIB

Indonesia dan Uni Eropa akan mengkonsultasikan kasus aduan diskriminasi sawit dan pelarangan ekspor bijih nikel (ore) pada akhir Januari 2020. Pembahasan kedua sengketa tersebut akan dilakukan dalam waktu yang berdekatan.

Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan Pradnyawati mengatakan, Uni Eropa menggugat larangan ekspor bijih nikel ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dengan nomor aduan DS 592. Sedangkan Indonesia mengadukan Uni Eropa terkait diskriminasi sawit dengan nomor kasus DS 593.

"Konsultasinya Januari dan berdampingan. Ini untuk efisiensi. Jadi akan ramai tahun depan dengan Uni Eropa," kata Pradnya di Wisma Bisnis, Jakarta, Selasa (17/12).

(Baca: Gugatan Sawit di WTO Tak Ganggu Perundingan Dagang RI-Uni Eropa)

Pemerintah telah menunjuk firma hukum asal Belgia, Van Bael & Bellis (VBB) untuk menangani sengketa diskriminasi sawit. VBB akan memfokuskan aduan ke Uni Eropa dan undang-undang persaingan nasional, hukum perdagangan dan bea cukai Uni Eropa, hukum pengaturan, serta hukum bisnis Belgia.

Sebagai informasi, pemerintah resmi menggugat Uni Eropa ke WTO terkait diskriminasi sawit yang tertuang dalam  aturan Renewable Energy Directive II (RED II) dan Delegated Regulation Uni Eropa. Kebijakan tersebut dianggap mendiskriminasi karena membatasi akses pasar minyak kelapa sawit dan biodiesel Indonesia. 

Halaman:
Reporter: Rizky Alika