Tingginya kenaikan Upah Minimum Kota (UMK) membuat beberapa industri alas sepatu di Provinsi Banten berencana mengalihkan usahanya ke Jawa Tengah. Tahun depan, Provinsi Banten menetapkan kenaikan UMK tertinggi sebesar 8,51% atau setara Rp 4.246.081.
"Penyebab perpindahan karena UMK di Provinsi Banten terlalu tinggi, naik 9%. Jadi, ada sekitar 10 perusahaan yang pindah ke Jawa Tengah," kata Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Eddy Widjanarko saat dihubungi Katadata, Jumat (22/11).
Kenaikan UMK Provinsi Banten telah disahkan Gubernur Banten, Wahidin Halim pada 19 November 2019. Hal itu diatur dalam Surat Keputusan Gubernur Banten Nomor: 561/Kep.320-Huk/2019. Dari delapan kabupaten/kota UMK tertinggi berada di Kota Cilegon sebesar Rp 4.246.081 dan terendah di Kabupaten Lebak sebesar Rp 2.710.654.
(Baca: Upah Minimum Karawang Tertinggi, Kadin Khawatir Industri akan Hengkang)
Eddy mengatakan pemindahan produksi ke Jawa Tengah sebenarnya tak mudah, lantaran tenaga kerjanya belum belum siap. Asprindo memberikan masukan kepada Pemprov Jawa Tengah untuk memberikan pelatihan terlebih dahulu.
Rencana pemindahan produksi dari Banten ke Jawa Tengah dipastikan membuat masyarakat khawatir akan adanya pengurangan tenaga kerja. Meski begitu, Asprisindo yakin adanya investasi baru yang masuk di sektor lain, sehingga rencana pemindahan pabrik alas kaki tidak menyebabkan pengangguran di Banten meningkat.
"Pasti akan menyebabkan pengurangan karyawan, tapi kan di sana (Cilegon) ada investasi di sektor lain jadi bisa mengurangi pengangguran," kata dia.
(Baca: Biaya Tenaga Kerja Tinggi, Pengusaha Usul Hapus Upah Minimum Sektoral)
Terkait rencana relokasi ini, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan persaingan harga produksi juga menjadi salah satu penyebabnya. "Kami khawatir industri sepatu yang tidak bisa berkompetisi secara harga dengan produk yang datang dari luar negeri," kata Agus di Cilegon, Banten, Kamis (21/11).
Oleh karena itu, perlu aturan perlindungan pengamanan perdagangan (safeguard) harus diterapkan pada industri alas kaki. Dengan adanya aturan itu, diharapkan produk alas sepatu dalam negeri dapat bersaing dengan produk impor. Selama ini safeguard telah diberlakukan untuk industri tekstil dan produk tekstil (TPT).
Pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengeluarkan tiga Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait serbuan produk impor. Tiga PMK tersebut adalah PMK 161/PMK.010/2019, PMK 162/PMK.010/2019, dan PMK 163/PMK.010/2019. Dengan tiga aturan tersebut, Kementerian Keuangan telah menetapkan kebijakan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara (BMTPS) untuk beberapa jenis barang impor.
(Baca: Tangkal Impor, Menperin Ingin Industri Alas Kaki Dikenakan Safeguard)
"Sesuai dengan hasil penyelidikan awal Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia [KPPI] terdapat kerugian serius yang dialami industri dalam negeri akibat dari lonjakan jumlah impor produk kain," tulis PMK tersebut yang bernomor 162.
Industri alas kaki merupakan salah satu sektor manufaktur andalan. Pertumbuhan kelompok industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki pada 2018 mencapai 9,42%. Angka ini naik signifikan dibanding 2017 sekitar 2,22%. Pertumbuhan industri juga diikuti dengan meningkatnya ekspor alas kaki nasional sebesar 4,13% menjadi US$ 5,11 miliar pada 2018 dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar US$ 4,91 miliar.