Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan produksi industri manufaktur pada kuartal III 2019 sebesar 4,35% secara tahunan. Pertumbuhan tersebut kian melambat dibandingkan kuartal III 2018 yang mencapai 5,04% dan kuartal III 2017 sebesar 5,06%.
"Pertumbuhan produksi manufaktur pada kuartal III 2019 didorong oleh kenaikan produksi pada industri pencetakan dan reproduksi media rekaman," ujar Kepala BPS Suhariyanto di Jakarta, Jumat (1/10).
(Baca: Aktivitas Manufaktur Tiongkok Lesu, Harga Minyak Anjlok 1%)
Selain industri tersebut, menurut Suhariyanto, industri pakaian jadi mencatatkan pertumbuhan sebesar 15,29%, industri minuman naik 15,19%, industri pengolahan lainnya naik 12,52%, dan industri makanan naik 5,13%.
Namun, sejumlah industri mencatatkan penurunan produksi. Industri barang logam, bukan mesin, dan peralatannya turun 22,95%, industri karet, barang dari karet dan plastik turun 16,63%, dan industri mesin dan perlengkapan turun 12,75%. Kemudian industri pengolahan tembakau turun 12,73% dan industri kendaraan bermotor, trailer, dan semi trailer turun 12,32%.
(Baca: Menaker Nilai Kenaikan Upah Minimum Provinsi 8,51% Sudah Ideal)
Berdasarkan provinsinya, pertumbuhan industri terutama terjadi di wilayah Sulawesi Tenggara mencapai 23,56%, Gorontalo sebesar 23,19%, Kalimantan Barat 19,13%, Sulawesi Tengah naik 18,17%, dan Lampung Naik 15,97%,
Adapun provinsi-provinsi yang pertumbuhan industrinya mnengalami penurunan, yakni Jambi mencapai 47,2%, Maluku Utara 28,62%, Sumatera Barat 22,21%, Papua Barat 22,2%, dan Aceh 21,88%.
Sementara itu, pertumbuhan produksi industri manufaktur, mikro, dan kecil kuartal III 2019 naik 6,19%, Kenaikan tersebut terutama disebabkan naiknya produksi industri logam dasar, naik 18,64 persen. Sedangkan industri yang mengalami penurunan pertumbuhan produksi terbesar adalah industri pengolahan tembakau, turun 44,78 persen