Menteri Enggar Menilai Sulit Peleburan Kemendag ke Dalam Kemenlu

ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Mendag Enggartiasto Lukita (kiri) didampingi Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (31/5).
Penulis: Rizky Alika
Editor: Ekarina
3/10/2019, 11.44 WIB

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita angkat biacara terkait wacana peleburan kementeriannya dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). Enggar menilai wacana tersebut tidak mudah diimplementasikan, karena ada sejumlah karakteristik dan tantangan tugas yang berbeda. 

Pembentukan nomenklatur dua kementerian, menurutnya merupakan kewenangan Presiden Joko Widodo (Jokowi). " Saya sampaikan ini  tidak mudah. Walaupun itu kewenangan sepenuhnya untuk membentuk nomenklatur apapun dan tidak bisa diatur," kata dia di Malang,  Jawa Timur Rabu (2/10) malam.

Meski demikian, dia akan mengikuti apa yang menjadi ketetapan presiden. Di sisi lain, Enggar mengungkapkan ada perbedaan karakteristik diplomasi politik dengan negosiasi dagang.

(Baca: Pengusaha Minta Jokowi Tunda Perubahan Nomenklatur Kementerian)

Menteri Luar Negeri menurutnya lebih mengani tugas diplomasi ekonomi. Namun, diplomasi tersebut tidak secara spesifik mencakup negosiasi perdagangan. Sehingga apabila nanti digabungkan, akan ada tantangan tersendiri.

Sebab, negosiasi perdagangan memerlukan keahlian khusus. Selain itu, negosiasi dagang juga meliputi pembahasan teks perjanjian yang melibatkan perbedaan hukum dan tata bahasa setiap negara. Sementara, setiap negara juga memiliki permintaan masing-masing.

Karena itu, Kemendag telah memiliki Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional (PPI), yang khusus menangani negosiasi perdagangan berbasiskan data. "Saya belum bisa temukan satu tim negosiator yang kuat selain tim PPI," ujar dia.

Menurutnya, tim tersebut telah terlatih dalam melakukan negosiasi perdagangan. Bahkan, regenerasi tim juga telah dipersiapkan untuk melanjutkan estafet tugas Direktorat PPI. Oleh karena itu, Enggar menilai ada harapan yang lebih baik terhadap perundingan perdagangan internasional.

(Baca: Pos Baru Kabinet Jokowi, Kementerian Ekspor Digabung Luar Negeri )

Selain itu, Direktorat PPI dapat meminimalisir masalah sengketa yang kerap terjadi akibat minimnya pemahaman dalam penyusunan aturan.

Meski begitu, dia juga mengaku cukup terbantu dengan diplomasi ekonomi yang dilakukan  Kemenlu untuk memuluskan negosiasi dagang. "Kami meraskan dukungan dari Kemenlu. Bapak Presiden juga mengatakan sekarang diplomasi ekonomi akan ditekakan dan diprioritaskan," katanya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menyampaikan perubahan struktur pos kementerian saat pertemuan para pemimpin redaksi berbagai media massa. Awalnya dia ingin membuat Kementerian Ekspor, namun kemudian digabung dengan Kementerian Luar Negeri.

Dua kementerian tersebut diperlukan karena pemerintah akan serius meningkatkan investasi dan ekspor untuk menekan defisit neraca perdagangan yang menjadi momok persoalan negeri.

"Semula ada kementerian ekspor tapi kemudian dalam prosesnya kemungkinan akan digabungkan menjadi Kementerian Luar Negeri dan Ekspor," kata Jokowi.

Kepala Tim Ahli Wakil Presiden Sofjan Wanandi menyambut baik rencana Jokowi untuk menyerahkan tugas urusan ekspor dan perundingan luar negeri kepada Kementerian Luar Negeri. "Supaya koordinasi antarpemerintah lebih baik," ujar dia.

Reporter: Rizky Alika