Kenaikan Cukai Rokok, Menaker Minta Tak Ada PHK

ANTARA FOTO/M. Risyal Hidayat
Para buruh tengah melinting rokok di pabrik PT Gelora Djaja, Surabaya, Jumat, 6 Januari 2017.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Ekarina
23/9/2019, 19.31 WIB

(Baca: Cukai Naik, Produksi Rokok Tahun Depan Diperkirakan Turun 15%)

Meski demikian, dia pun mengakui pemerintah ingin menurunkan konsumsi masyarakat terhadap rokok. "Kami harus pastikan, bahwa produksi itu secara gradual turun, karena ini mengenai konsumsi. Tapi, industri harus tetap perhatikan. Nah, industri mana yang harus diperhatikan, jika harus memilih, tentunya yang padat karya yang lebih utama," katanya.

Sedangkan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) memperkirakan produksi rokok bakal turun hingga 15% pada tahun depan  seiring rencana pemerintah menaikkan rata-rata cukai rokok.

"Dengan adanya keputusan pemerintah yang sangat eksesif, tentu akan menyebabkan dampak negatif untuk industri," kata Ketua Gappri Henry Najoan di Jakarta, Rabu (18/9).

Ia menyebut kenaikan tarif cukai akan mengganggu ekosistem industri rokok. Penjualan rokok akan turun dan berakibat pada produksi serta penurunan penyerapan tembakau dan cengkeh hingga 30%.

Selain itu, menurut dia, bakal terjadi pemangkasan karyawan pabrik, serta peningkatan rokok ilegal. Padahal, menurut dia, industri rokok sangat strategis jika melihat kontribusi terhadap pendapatan negara yang mencapai 10% terhadap APBN atau sekitar Rp 200 triliun.

Pendapatan tersebut diperoleh melalui instrumen cukai, pajak rokok daerah, dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Industri hasil tembakau juga menyerap 7,1 pekerja yang meliputi petani, buruh, pedagang eceran, dan industri yang terkait. Padahal, saat ini industri hasil tembakau tengah mengalami tren negatif.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika