Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Heru Pambudi mengatakan kenaikan tarif cukai rokok tahun depan, merupakan imbas dari penundaan kenaikan cukai tahun ini. Pemerintah memutuskan kenaikan cukai rokok hingga 23% disertai kenaikan harga eceran 35% mulai Januari 2020.
"Fakta bahwa tahun ini, kami tidak menaikan tarif sehingga dihitung naik dua kali atau dua tahun. Sehingga, lompatan dari 2018 ke 2020 langsung (tinggi)," kata Heru di Jakarta, Sabtu (14/9).
Pertimbangan utama lainnya yang mendasari keputusan tersebut yaitu pemerintah ingin melakukan pengendalian konsumsi rokok, baik yang legal maupun ilegal. Hal ini berkaitan dengan mencegah meningkatnya prevalansi atau jumlah individu yang terinfeksi akibat rokok, terlebih terhadap wanita dan anak-anak.
(Baca: Cukai Rokok Naik, Pengusaha: Pemerintah Tak Peduli Petani Tembakau)
Heru juga memastikan bahwa peemruntah tekah mempertimbangkan dampak kenaika itu terhadap industri dan pelaku usaha di sekitarnya seperti petani tembakau dan cengkeh, pekerja di industri rokok, sampai logistiknya seperti di warung dan lainnya pada saat pengambilan keputusan.
Pertimbangan lain yang juga melatari kenaikan cukai menurutnya yakni terkait target penerimaan negara.. Dalam Rancangan Anggaran dan Pendapatan Negara (RAPBN) 2020 disebutkan, pemerintah menargetkan penerimaan dari cukai atas tembakau mencapai Rp 171,9 triliun. Jumlah tersebut naik dari proyeksi tahun ini yang mencapai Rp 158,9 triliun.
Pemerintah akan mengatur lebih detail tentang pengenaan tarif cukai rokok yang dibedakan berdasarkan jenis maupun golongannya. Selain itu, pemerintah akan juga akan mempertimbangkan cara pembuatan yang dipakai dalam memproduksi rokok. "Apakah dibuat menggunakan mesih atau tangan. Selain itu, mempertimbangkan pula konten lokal," kata Heru.
Kenaikan cukai rokok sebelumnya disesalkan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI). Pengusaha menilai kenaikan cukai bisa semakin memberatkan industri hasil tembakau (IHT) di tengah lesunya pasar dan peredaran rokok ilegal. Nasib petani tembakau dan tenaga kerja pun diperkirakan bakal terancam.
(Baca: Tarif Cukai Rokok Bakal Naik 23%, Harga Eceran Lebih Mahal 35%)
Ketua umum Perkumpulan GAPPRI, Henry Najoan mengatakan keputusan kenaikan cukai tidak pernah dikomunikasikan dengan kalangan industri sebelumnya. "Selama ini, informasi yang kami terima rencana kenaikan cukai dikisaran 10%, angka yang moderat bagi kami meski berat," kata Henry melalui keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (14/09).
Dia menjelaskan, jika cukai rokok naik 23% dan harga jual eceran naik 35% pada 2020, maka industri harus menyetor cukai sekitar Rp 185 triliun dari target cukai yang ditetapkan tahun ini Rp 157 triliun. Angka tersebut belum termasuk pajak rokok 10% dan pajak pertambahan nilai (Ppn) 9,1% dari harga jual eceran.
"Dengan demikian setoran kami ke pemerintah bisa mencapai Rp 200 triliun. Belum pernah terjadi kenaikan cukai dan HJE yang sebesar ini," ujarnya.
Henry juga menyatakan, masalah lain yang dihadapi industri adalah peredaran rokok ilegal. Menurutnya, dengan kenaikan cukai naik 10% sudah membuat peredaran rokok ilegal marak.
Apalagi dengan kenaikan cukai 23% dan kenaikan kenaikan harga jual 35%, sehingga bisa dipastikan peningkatan peredaran rokok ilegal bisa lebih besar.