Uni Eropa menyebutkan ekspor alkohol ke Indonesia menurun. Hal itu terjadi lantaran adanya isu kebijakan diskriminatif oleh Uni Eropa terkait minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO).
Meski begitu, Charge d'affaires a.i Delgasi Uni Eropa Charles Michel-Geurts mengatakan, penurunan ekspor alkohol tersebut belum signifikan. "Kami mewaspadai ini (penurunan ekspor alkohol ke Indonesia)," kata dia di Jakarta, Kamis (5/9).
Geurts mengatakan, Uni Eropa akan mendalami hubungan penurunan ekspor alkohol dengan isu diskriminatid tersebut. Saat ini, sepengetahuannya belum ada peraturan Indonesia yang membatasi impor alkohol.
Ke depan, Geurts berharap hubungan Uni Eropa dan Indonesia tetap terjaga. Apalagi, Indonesia merupakan mitra utama dan anggota dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Ia berharap, Indonesia dapat mempertimbangkan langkah perdagangan secara transparan.
(Baca: Eropa Sebut Wacana Pembalasan Tarif Produk Susu Langgar Ketentuan WTO )
Geurts juga menegaskan bahwa tidak ada perang dagang antara Uni Eropa dan Indonesia. "Kami melakukan dialog, ada prosedurnya. Dan kami senang melakukan hal ini," kata dia.
Mengutip dari Reuters, SpiritsEurope mengatakan, pemerintah Indonesia menyatakan terlambat mendapat persetujuan untuk impor produk alkohol dari Uni Eropa. Informasi itu didapat dari anggota SpiritsEurope.
Asosiasi pembuat alkohol di Eropa itu mendapat informasi bahwa Indonesia mengatur impor alkohol melalui rencana impor dan distribusi tahunan. Mereka menemukan bahwa produk yang berasal dari non-Uni Eropa seperti tequila, mendapat persetujuan impor. Tetapi produk asal Uni Eropa tidak mendapat izin.
Kementerian Perdagangan Indonesia pun membenarkan ada beberapa penundaan pemberian izin impor untuk alkohol dari Eropa. Tetapi, kementerian membantah hal itu sebagai balasan atas rencana Uni Eropa yang menghentikan penggunaan CPO untuk bahan bakar terbarukan.
(Baca: Menteri Pertanian Malaysia dan RI Siap Lawan Diskriminasi Sawit Eropa)
Pelaku usaha memang sempat mendorong pemerintah untuk melakukan aksi balasan (retaliasi) terhadap Uni Eropa atas pengenaan bea masuk anti subsidi terhadap biodiesel Indonesia.
Namun, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, retaliasi belum saatnya dilakukan. "Retaliasi mestinya susulan setelah kita masuk ke Dispute and Settlement di WTO, tidak bisa (langsung sekarang)," kata Darmin beberapa waktu lalu (1/8).
Ia menyatakan, pemerintah akan membuktikan di sidang World Trade Organization (WTO) bahwa tuduhan Uni Eropa soal subsidi untuk biodiesel tidak tepat. “Itu tidak bisa dibilang subsidi sawit,” katanya.
(Baca: RI-Malaysia Bawa Kolaborasi Anti-Diskriminasi Sawit ke Asia Tenggara)